Belajar Memotret Peristiwa

PDM DEPOK – Oleh: Ahmad Soleh
Memotret peristiwa. Begitulah esensi dari menulis berita. Untuk apa? Jurnalis Kompas, Luwi Ishwara, dalam Jurnalisme Dasar (2011) mengungkapkan bahwa tujuan wartawan menulis berita salah satunya adalah untuk mendekatkan kebenaran kepada khalayak (public). Sebagaimana lensa kamera, tulisan seorang wartawan adalah catatan yang jujur, apa adanya, dan berimbang. Tidak perlu ditambah dengan bumbu-bumbu penyedap. Cukup memiliki kesetiaan kepada fakta dan kebenaran.
Ya, “kebenaran” adalah substansi terpenting dalam penulisan berita. Jika sebuah berita tidak berpijak pada kebenaran, yang terjadi adalah bias informasi. Kita sering menemukan berita yang berlebihan, penuh dramatisasi, atau emosional. Hal ini berpotensi menimbulkan misinformasi, disinformasi, atau bahkan hoaks. Lantas, bagaimana cara kita memahami “kebenaran” itu dalam konteks pemberitaan?
Kebenaran dalam konteks pemberitaan adalah kesesuaian antara informasi dengan fakta mengenai peristiwa atau kejadian yang diberitakan. Sebuah berita harus faktual. Harus dipastikan berita berisi informasi mengenai peristiwa yang benar-benar terjadi, kejadian yang dapat dibuktikan atau diverifikasi secara faktual. Itulah prinsip pertama kebenaran dalam informasi.
Prinsip kedua, yaitu dalam menulis berita kita juga dapat menyajikan informasi yang berimbang mengenai topik pembahasan, penyampaian, atau substansi dari peristiwa atau kejadian tersebut. Hal itu dapat dilakukan dengan menghadirkan informasi yang objektif, tidak memihak ke kubu tertentu. Dengan demikian, kita dapat melakukan wawancara dengan berbagai pihak terkait untuk menggali informasi berimbang mengenai kejadian atau peristiwa.
Prinsip yang ketiga, yaitu berpegang pada etika jurnalistik. Hal ini berkaitan dengan penyajian berita dengan jujur, tidak melakukan plagiat, tidak menyebarkan fitnah atau kebohongan, tidak mengancam, tidak diskriminatif atau menyinggung SARA, dan menghargai hak-hak privasi individu terkait. Pemberitaan yang baik adalah pemberitaan yang objektif, netral, dan independen.
Secara formal, penyampaian informasi dalam pemberitaan dibungkus dengan rumus 5W1H (apa, siapa, kapan, di mana, kenapa, dan bagaimana). Ya, suatu informasi layak disebut berita jika memenuhi unsur 5W1H tersebut. Rumus ini merupakan dasar dari penulisan berita, yang begitu beragam bentuk dan jenisnya. Dengan berpegang pada rumusan ini, kita dapat menyajikan berita dengan singkat, padat, dan lugas. Informasi yang dijabarkan dalam naskah tidak perlu bertele-tele, langsung pada intinya.
Mengasah Keterampilan
Orang yang menulis berita disebut jurnalis (journalist) atau wartawan, di dalamnya termasuk reporter, editor, dan redaktur. Secara teknis, mereka memiliki peran masing-masing dalam penyajian dan publikasi suatu berita. Wartawan adalah profesi yang menuntut seseorang untuk bisa memotret peristiwa dan memberitakannya dengan cepat dan tepat. Kalau bisa, dalam hitungan detik. Ya, wartawan benar-benar bekerja di dalam tekanan (press), terutama soal kecepatan menangkap dan memproses serta ketepatan dalam membuat konten pemberitaan. Menjadi wartawan harus memiliki kepekaan, kemampuan menulis yang baik, dan penguasaan dalam aspek kebahasaan.
Lalu, bagaimana caranya untuk memiliki kemampuan memotret peristiwa dan menyajikannya dengan baik? Menulis berita adalah sebuah keterampilan—dalam hal ini keterampilan berbahasa. Sama seperti menulis pada umumnya, untuk bisa menulis berita dengan baik, kita harus banyak belajar dan berlatih. Belajar tentang dasar-dasar pemberitaan. Mengenal seperti apa bentuknya. Apa bedanya naskah berita dengan tulisan lain. Bagaimana cara penyajian berita yang tepat. Dan hal-hal terkait lainnya.
Untuk menjadi mahir dalam menulis berita, bukan hanya soal mengikuti pelatihan atau menonton video tutorial. Latihan secara terus-menerus dan jam terbang tinggi adalah kunci utama dalam meningkatkan keterampilan menulis. Maka, mengasah keterampilan menulis menjadi hal yang utama bagi siapa saja yang ingin belajar menulis berita dengan baik. Mengasah keterampilan menulis bisa dilakukan dengan mencatat kejadian secara kronologis. Kemudian, kita bisa menerapkan 5W1H untuk lebih menekankan aspek pemberitaan.
Dengan demikian, menjadi penulis berita tidak hanya dituntut menguasai perkara teknis, tetapi juga dituntut memiliki pemahaman dan penangkapan yang jernih atas apa yang diberitakan. Karena itu, menjadi jurnalis bukan hanya soal keterampilan teknis, melainkan juga soal ketajaman dalam menangkap esensi peristiwa. Wartawan bukan sekadar penulis, tetapi pembaca yang tajam dan pemikir yang kritis.
Komunitas Belajar
Ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan untuk memantik para pelajar melek informasi. Salah satunya seperti yang dilakukan IPM SMA Muhammadyah 4 Depok yang mengadakan kegiatan upgrading pengurus pada Sabtu (15/2) lalu. Salah satu konten materi yang diajarkan dalam kegiatan itu adalah teknik menulis berita.
Kenapa menulis berita ini penting dipelajari? Pertama, untuk mengasah kepekaan para pelajar terhadap peristiwa yang terjadi. Kedua, sebagai bekal para pelajar untuk memproduksi informasi yang sesuai kaidah dan etika jurnalistik. Dengan menuliskannya dalam bentuk berita, peristiwa atau kejadian yang mereka alami dapat terdokumentasi sebagai rekam jejak organisasi. Sekaligus menyampaikan pesan-pesan yang perlu diketahui publik.
Sampai pada titik ini, apa yang diungkapkan Iqbal Aji Daryono dalam Sapiens di Ujung Tanduk (2022) ada benarnya. Para pelajar di era banjir informasi ini sudah seharusnya dibekali dengan keterampilan jurnalistik. Hal itu bukan semata-mata agar mereka bisa menulis berita atau bercita-cita menjadi wartawan di masa mendatang. Melainkan memberikan pembelajaran mengenai pentingnya mengenal, mengidentifikasi, dan mencerna informasi yang saban detik berseliweran di genggamannya.
Adanya komunitas belajar bisa mendorong tumbuhnya kesadaran para pelajar untuk melek informasi. Melihat dengan tajam mana informasi yang benar dan yang “seolah-olah benar”. Dengan keterampilan jurnalistik, pelajar tidak hanya menjadi pembaca yang kritis, tetapi juga penulis yang bertanggung jawab. Mereka bisa berkontribusi dalam menciptakan ruang informasi yang lebih jujur, bermakna, dan menginspirasi.
Cipete, 20 Februari 2025