Mengenang Bu Vera Guru SD Muhammadiyah Meruyung
TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu.
Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu.
17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu.
***
TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit capek karena aktivitas sejak pagi cukup padat, selepas shalat Maghrib, kami meluncur, tak sabar ingin menyambut bayi Vera, penghuni baru muka bumi entah yang ke berapa dari cacah penduduk dunia hari ini.
Bisa jadi, bayi Vera menggenapi angka seratus sampai tiga ratusan ribu dari total kelahiran 371,504 bayi dalam sehari di seluruh dunia. Sebagai catatan, angka perkiraan UNICEF di atas berlaku pada 1 Januari 2021. Maka, tak heran, dari data real time situs World Population Review mengungkapkan, jumlah penduduk dunia pada 4 Juni 2023 saja telah mencapai 8.039.642.225 jiwa. Tentu, angka di atas sudah berubah pada hari ini, di 11 Juli 2023.
***
DELAPAN tahun penantian, boleh jadi waktu yang teramat panjang bagi Vera. Akan tetapi, Allah balas kesabaran perempuan ini dengan hadiah bak intan permata. Ya, buah hati yang dinanti-nanti guru kelas 5 SD Muhammadiyah Meruyung ini sudah “brojol” dari rahimnya. Sayang, saat kami sampai di rumahnya menjenguk, Vera masih di rumah sakit. Kami tak sempat bertemu, juga belum berjodoh melihat bayi laki-lakinya yang mungil.
Saya terheran-heran mendengar penuturan ayah Vera yang kami temui di masjid selepas shalat Isya. Kata ayahnya, Vera baru menyadari sedang mengandung di saat kandungannya sudah berusia tiga bulan. Masya Allah, padahal bila menangkap jiwa cerita istri saya, betapa Vera menginginkan kehamilan sampai pada batas mimpinya, seperti “kasih yang tak sampai”. Hanya kesabaran, ikhtiar, dukungan sahabat, saudara, dan karib kerabat yang menguatkan Vera bahwa harapan untuk punya momongan terasa sangat dekat. Benarlah harapan itu nyata adanya pada minggu pertama di bulan Juli tahun ini, di saat vera menikmati libur menjelang tahun ajaran baru.
Delapan tahun seperti tidak berarti lamanya masa yang dihabiskan Vera. Lelahnya terbayar, kesabarannya berbuah, dan penantiannya berakhir. Pastilah, dalam dekapannya di hari-hari kemarin bayi mungilnya tertidur pulas, ASI-nya mengenyangkan lapar dan dahaga dalam bahasa tangis bayi yang merdu, degup jantung mereka pun menyatu dalam belaian dan buaian Vera yang tertunda sekian lama. Ah, saya membayangkan, betapa indah dan berwarna hidup Vera kelak sebab dia sudah sempurna menjadi seorang ibu.
***
MATA saya terasa panas. Air mata istri saya jatuh. Rasanya, cita rasa dunia berubah begitu amat singkat. Vera yang dalam tiga hari kemarin kami bicarakan dalam irama bahagia penuh syukur, petang tadi berubah menjadi sedih, sepilu jiwa yang rapuh ditinggal pergi. Kabar duka kami terima, Vera berpulang. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’un.
Dalam batas waktu, juga dalam batas logika pendek manusia, bisa jadi Vera dianggap begitu singkat menikmati kehadiran buah hatinya setelah menghabiskan masa penantian yang panjang. Vera yang menunggu lebih dari 2920 hari lamanya, setelah mendapatkan semua harapan, Vera harus berpisah, menjemput maut meninggalkan bayinya yang masih merah.
Akan tetapi, dalam prasangka baik yang tulus, saya pribadi percaya, Vera wafat di saat ia mengecap kebahagiaan yang teramat sulit ia gambarkan tanpa jeda. Sekali lagi saya percaya, sembilan hari bagi Vera kemarin, merupakan hari-hari paling indah, paling bahagia, dan paling bermakna sampai Vera datang menghadap Rabb-nya dengan perasaan rida.
Selamat jalan Vera Permatasari. Mengingatmu sekarang, menyadarkan kami bahwa cepat atau lambat, akan tiba waktunya kami menyusul. Kesan atasmu tidak akan terhapus hanya karena kamu mendahului kami berpulang. Terima kasih telah mendampingi Jaziila dengan sabar. Nikmatilah pahala pengabdianmu sebagai guru Jaziila, juga pahala sebagai guru dari murid-muridmu yang lain yang terus mengalir. Tenanglah jiwamu, sebab di sini, ada banyak tangan yang menjaga, merawat, dan menyayangi bayimu seperti tangan ibunya sendiri.
Semoga Allah membahagiakanmu lebih dari kebahagiaan yang kau terima menjelang akhir hayatmu. “Ya Allah, ampunilah dia, belas kasihanilah dia, sejahterakan, serta maafkanlah kesalahannya.”
Aamiin.
Abdul Muttaqien, S.Ag.
Depok, 11 Juli 2023. Menjelang tidur di atas tikar kenangan.