Tugas Muhammadiyah, Pendidikan dan Moralitas
PDM DEPOK – Oleh: Bayujati Prakoso
Muhammadiyah berumur 112 tahun. Umur yang tidak lagi muda. Umur yang dapat dikatakan sudah matang untuk semakin bergerak luas memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara. Muhammadiyah hingga kini masih terus bertahan dikarenakan ideologi (ideologi Muhammadiyah) sebagai nilai-nilai dipegang teguh dan diterapkan oleh segenap kadernya ke masyarakat luas. Maka dari itu, jika Muhammadiyah terus mendiseminasi nilai-nilai Muhammadiyah ke masyarakat dengan konsisten dan menjawab tantangan zaman dengan dakwah yang kreatif dapat semakin diterima oleh masyarakat. Kini, di tahun 2024, Muhammadiyah memiliki berbagai tantangan serius yang bisa dijawab, diantaranya;
Pertama, memaksimalkan pendidikan Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIKA). Dalam praktiknya, Muhammadiyah telah memberikan pemahaman keislaman dan Kemuhammadiyahan melalui Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA), pengkajian-pengkajian di berbagai tempat, dan lain sebagainya. Yang menjadi tantangannya adalah bagaimana Muhammadiyah dapat meninjau luaran (output) dari pendidikan tersebut dari dua sisi; sisi penyampaian dan packaging pendidikan AIKA dan hasil implementasi pendidikan dalam realitasnya. Jika kita lihat, lembaga dan majelis di Muhammadiyah di berbagai tingkatan, dari tingkat Pimpinan Pusat, misalnya, sudah banyak kajian-kajian pendidikan AIKA, mulai mengkaji informasi-informasi aktual Keislaman, informasi-informasi tentang problem realitas dikajia dengan sudut pandang AIKA.
Berbagai kanal atau platform media juga digunakan sebagai medium penyampaian kajian, seperti penggunaan Zoom Meeting untuk kajian, kajian yang tatap muka (langsung bertemu). Bahkan, menariknya, Muhammadiyah pernah menggelar pengkajian ihwal pernikahan dan parenting anak muda, topiknya parenting dan pernikahan dikaji dengan penggunaan bahasa yang populer. Bagi penulis, kajiannya begitu menarik perihal topik itu sebab, kajiannya yang kekinian atau dalam kata lain merespons perkembangan zaman, dikajia dengan memuat nilai-nilai AIKA, dan juga disampaikan dengan bahasa populer. Rasanya kajian-kajian yang menyentuh problem kekinian perlu terus diperbanyak dan dirumuskan sebagai bagian untuk memberikan edukasi nilai dan edukasi wawasan AIKA merespons dinamika dan tantangan zaman.
Selain mengkaji isu-isu aktual dan ramah zaman ini dengan media Zoom Meeting dan temu langsung (offline), menariknya, Muhammadiyah juga mengemas konten dakwah digital dengan merespons isu-isu kekinian juga di media sosialnya, seperti pada di Instagram @lensamu yang memberikan pandangannya tentang bahaya politik uang, pandangan Muhammadiyah mengenai kalender hijriyah, mengkaji mengenai pandangan Muhammadiyah dalam hal membersihkan hati yang kotor, dan lain sebagainya. Muhammadiyah melalui kontennya ini berupaya memberikan jawaban dengan sudut pandang Muhammadiyah ihwal persoalan-persoalan yang terjadi.
Di samping itu, Muhammadiyah juga melalui kontennya memberikan sudut pandangnya ihwal upaya atau praktik Risalah Islam Berkemajuan, yakni Bagi Haedar Nashir penting untuk menerapkan empat aspek Risalah Islam Berkemajuan, yaitu Islam Berkemajuan menjadi karakter yang rahmatan lil ‘alamin dan pembeda yang khas, kedua, penguatan pikiran yang visioner untuk bangsa, ketiga, diaspora kader dalam nasional dan global, dan terakhir, keempat, senantiasa terus memberikan edukasi ke masyarakat. Kurang lebih isi dari konten tersebut;
Pandangan dari Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir mengenai penerapan nilai-nilai Risalah Islam Berkemajuan di PTMA, bahwa seluruh PTMA dapat mengolah Islam berkemajuan menjadi karakter yang membedakan dengan orang lain, dan perbedaan itu memberi sesuatu yang bersifat rahmah. Maka, lanjut Haedar Nashir, “dosen-dosen AIKA tidak boleh merasa sudah berada di kemapanan”, jadi menurut Haedar Nashir, dosen-dosen harus senantiasa belajar, termasuk belajar Islamic Studies yang luas. Kedua, bagi Haedar, perlu PTMA dapat memberi kontribusi pada bangsa dengan pikiran-pikiran strategis-visioner untuk bangsa dan negara. Dari kampus-kampus harus melahirkan pemikiran-pemikiran yang sudah sampai ulil albab.
Ketiga, dalam konteks SDM (Sumber Daya Manusia), dari kampus-kampus sudah bisa berdiaspora untuk di kancah umat dan bangsa-nasional bahkan global. Selain itu, Haedar Nashir mengajak untuk menjadi diri yang moderat agar makin diterima banyak orang. Terakhir, keempat, dalam konten tersebut mengajak untuk edukasi masyarakat. Menurut Haedar Nashir, tugas Muhammadiyah mendidik masyarakat, mencerdaskan, mencerahkan, memberi panduan moral dengan pemikiran yang maju, dan bagi Haedar Nashir, itulah Islam Berkemajuan.
Selain itu, terdapat konten-konten dalam bentuk video pendek, konten microblog tentang aktivitas-aktivitas, quotation yang inspiratif, hingga muncul desain flyer informasi tentang hari besar nasional dengan gambar karikatur yang menarik, unik, dan menyajikan objek gambar yang sedang tren/populer. Flyer atau poster yang kerap kali dibagikan di Instagram Muhammadiyah tentang hari besar nasional, misalnya bukan hanya menyajikan poster yang informatif, tetapi juga menghibur dan nuansa yang menggembirakan. Akhirnya, kondisi demikian, menandai bahwa Muhammadiyah memberikan dakwah yang kontekstual zaman dan pendekatan/metode yang menggembirakan. Contoh konten sebagaimana dipaparkan ini memberikan nilai (manfaat), dan dari memuat nilai kreatif juga, sebab disampaikan melalui media sosial dan penggunaan bahasa yang populer sederhana.
Dari konten-konten Muhammadiyah yang beragam-variatif-kreatif ini menjadi perwujudan Muhammadiyah merespons kondisi zaman. Kebutuhan yang menjadi tantangan kedepan adalah bagaimana Muhammadiyah dapat terus mengembangkan konten kontekstual-menarik-kreatif dengan tetap mengedepankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip keislaman. Selain itu, penguatan monitoring dan evaluasi sebagai monitoring aktivitas dan dampak penerimaan audiens di media sosial juga penting untuk mengevaluasi hasil konten apakah cukup efektif, efektif, atau bahkan tidak efektif atau kurang efektif dan perlu peningkatan. Evaluasi juga menjadi bagian untuk mengembangkan konten dakwah digital.
Selain monitoring dan evaluasi atas konten digitalnya, perlu Muhammadiyah membangun kekuatan dan strategi digital dari pusat hingga ranting. Menguatkan nilai, prinsip, strategi/cara dakwah digital Muhammadiyah mesti dilakukan di level nasional-ranting. Tujuannya untuk mendiseminasikan secara lebih luas konten dakwah, penguatan prinsip, membangun soliditas, dan penguatan kerja sama/sinergis.
Selain itu, perlu format atau cetak biru (blueprint) ihwal diaspora kader Muhammadiyah. Sejauh pengamatan penulis, belum ada semacam masukan atau penjelasan detail diaspora kader Muhammadiyah. Ini jadi salah satu bagian penting juga untuk kader-kader Muhammadiyah dapat semakin berkontribusi secara lebih luas di masyarakat. Ada kader Muhammadiyah yang ulama, ada kader yang akademisi, demikian juga ada kader yang ulama cum akademisi, ada aktivis cum akademisi, ada yang pegiat media sosial, ada kader yang concern dalam praktik-praktik sosial-kemanusiaan, dan sebagainya. Hal ini bisa jadi penguat dakwah Muhammadiyah.
Bagaimana implementasi nilai-nilai Muhammadiyah oleh para kader yang berdiaspora di berbagai aktivitas dan tempat untuk kemajuan bangsa dan negara. Semoga ke depan, Muhammadiyah dapat senantiasa memberikan kemaslahatan untuk umat, bangsa, dan persyarikatan. Sebab, dakwah tak kenal lelah. Dakwah merupakan moral bagi segenap individu untuk diimplementasikan dengan maksimal. Usaha kolektif membangun moral dan keadaban bangsa adalah salah satunya dengan berdakwah dengan memberikan manfaat di berbagai lini kehidupan.