Membaca Altruisme Sang Pencerah
PDM DEPOK – Oleh: Ahmad Soleh*
Sang Pencerah adalah julukan yang dialamatkan kepada Kiai Haji Ahmad Dahlan, seorang pelopor dan pendiri organisasi gerakan Islam modern bernama Muhammadiyah. Tentu, julukan tersebut tidaklah salah alamat. Tidak pula hiperbolis. Sebab, Kiai Dahlan merupakan sosok pembaharu yang pemikiran dan tindakannya melampaui zaman. Ia mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912 dengan semangat mengorganisasi amal saleh, menebarkan kebaikan demi kemaslahatan, dan menegakkan Islam yang rahmatan lil alamin.
Semangat kemanusiaan dan kepedulian sosial menjadi jejak awal pergerakan organisasi yang kini menginjak usia 112 tahun ini. Surah Al-Maun bukan hanya menjadi bahan pengajian di langgar, tetapi bertransformasi menjadi dasar pemikiran, sumber inspirasi, dan cahaya yang menggerakkan nalar kemanusiaan. Kiai Dahlan mampu menangkap pesan humanis ajaran Islam dan mewujudnyatakannya dalam gerakan sosial yang masif dan modern. Ajaran agama menjadi landasan moral Kiai Dahlan dalam melakukan kebaikan terhadap orang lain.
Semangat peduli sosial Kiai Dahlan merupakan ejawantah atas perintah Allah SWT dalam surah Al-Maun. Yang jika dilanggar, dengan sendirinya seorang Muslim menjadi “pendusta agama”, menjadi “orang shalat yang celaka”. Dengan demikian, spirit humanitas dalam surah Al-Maun tidak sekadar mendorong kita memiliki hubungan baik dengan Sang Pencipta, tetapi juga menjadi manusia yang “manusia”, peduli terhadap sesamanya. Dorongan yang harusnya lahir dari rasa kemanusiaan secara alamiah.
Altruis Autentik
Kepedulian terhadap orang lain merupakan salah satu risalah kenabian. Setiap Nabi diutus pada zamannya, tidak hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri atau keluarganya, melainkan membawa “umatnya” ke jalan kebaikan. Umat dalam pengertian yang sangat luas. Bisa jadi manusia dalam lingkup tertentu atau bahkan seluruh umat manusia.
Membaca berbagai karangan tentang kehidupan, pemikiran, dan perilaku Kiai Dahlan, kita akan mendapatkan setidaknya dua hal. Pertama, Kiai Dahlan adalah seorang agamis yang kritis, bahkan tak segan melakukan autokritik terhadap keadaan umat Islam sendiri. Kedua, Kiai Dahlan adalah seorang humanis dan altruis yang autentik. Hal ini dapat kita lihat dari watak dan perilakunya.
Altruisme bukanlah sikap yang bisa ditunjukkan dengan cara berpura-pura, mengada-ada, atau pencitraan. Altruisme lahir dari pikiran, keyakinan, gagasan, dan budi yang luhur. Sikap altruis hanya akan terjadi jika dilakukan dengan ketulusan. Sebab, menurut Sugeng dkk (2023), altruisme merupakan sikap mencintai dan mementingkan orang lain di atas kepentingan pribadi. Selain itu, altruisme juga bermakna pengorbanan yang dilakukan demi kebaikan orang lain.
Dalam beberapa literatur, kita akan menemukan istilah “etika welas asih” yang merupakan watak Kiai Dahlan dalam memanifestasikan pemikiran keagamaannya dalam lingkup kehidupan sosial. Etika welas asih mendorong seseorang berempati, peduli, iba, dan mengasihani orang lain yang sedang dalam kesusahan. Sebagaimana perilaku altruistik yang secara ekstrem mendorong seseorang untuk mengorbankan dirinya sendiri demi kepentingan masyarakat luas.
Memetik Ibrah
Mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah hidup Sang Pencerah dapat menjadikan kita terinspirasi dan lebih terarah karena menemukan contoh. Dengan membaca kisah hidup Kiai Dahlan, sejatinya merupakan upaya mengkaji perilaku dan bagaimana pemikiran yang mendasarinya. Salah satu catatan hidup yang dapat kita simak adalah biografi karangan HM Sudja’. Biografi bertajuk Cerita tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan (2021) itu berisi kumpulan cerita ringkas mengenai kehidupan Kiai Dahlan dan gerakan yang ia pelopori.
Watak dan perilaku yang positif tentu dapat dijadikan suri teladan. Pengkhidmatan Kiai Dahlan terhadap ajaran agama dan kemanusiaan menyiratkan pesan bahwa segala sesuatu harus berjalan sesuai proporsinya. Bahwa membantu sesama manusia di tengah kesulitan hidup bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan. Hal tersebut dibuktikan dengan kiprah Kiai Dahlan.
Dalam salah satu tulisannya, HM Sudja’ (2021) mengisahkan, KH Ahmad Dahlan pernah melakukan pengorbanan besar-besaran, ia rela menjual barang-barangnya untuk membayar utang pembangunan kelas sekolah Muhammadiyah sebesar 300-400 gulden, angka yang cukup besar pada saat itu. Ia mewakafkan hartanya untuk kepentingan yang lebih besar. Dengan demikian, ada banyak ibrah yang bisa kita petik. Salah satunya adalah semangat altruis yang ternyata sudah terpupuk dalam diri Muhammad Darwis (nama kecil Kiai Dahlan) sejak berusia delapan tahun.
Semoga kita dapat mengambil hikmahnya.
*Sekretaris MPI Kota Depok, Mahasiswa Pascasarjana Uhamka, Anggota APEBSKID Komisariat Jakarta, dan Awardee Beasiswa MPK-SDI PP Muhammadiyah 2024