Kontribusi Alumni dan Santri Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai Anak Panah Muhammadiyah

PDM DEPOK – Oleh Muhammad Syafiq Bastari
Usianya yang kini menuju ke-112 tahun, Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi masyarakat Islam yang terus melakukan inovasi dan penyesuaian terhadap perkembangan zaman telah mampu dalam menghasilkan kader yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Kehadiran Muhammadiyah tidak hanya dapat dirasakan oleh para pimpinan dan anggotanya saja, namun dapat dirasakan juga oleh masyarakat umum. Begitu banyak kader hebat dan luar biasa telah dicetak oleh Muhammadiyah yang berkontribusi untuk bangsa ini, dapat dibuktikan pada kepemimpinan negara Republik Indonesia periode ini yang menjabat baik sebagai Menteri dan para pimpinan lembaga.
Sudah dilantik dan dapat kita lihat juga beberapa pimpinan dalam pemerintahan kabinet dan kelembagaan. Seperti Bapak Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah; Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P. sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Urusan Haji; Raja Juli Antoni, S.Ag., M.Sc., Ph.D. sebagai Menteri Kehutanan; Dr. Dahnil Anzar Simanjuntak, S.E., M.E. sebagai Wakil Kepala Badan Haji dan Umrah; Prof. Dr. Fauzan, MPd. sebagai Wakil Menteri Dikti, Sains, dan Teknologi; Dr. Fajar Riza Ul Haq, M.Si., M.A. sebagai Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah; Dzulfikar Ahmad Tawalla, S.Pd., M.Ikom. sebagai Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia; dan beberapa kader lainnya. Tentunya secara tidak langsung dengan amanah tersebut diamanahkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam mengurus negara, sudah jelas bahwasannya sudah terujilah kompeten mereka sebagai kader Muhammadiyah yang hebat dan luar biasa.
Tidak hanya dalam soal kepemimpinan, para kader juga memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri untuk membawa almamater dan martabat Muhammadiyah. Mereka umumnya berbakti dan berkontribusi untuk Muhammadiyah memiliki caranya tersendiri, yakni dengan menggunakan keahlian dan kemampuannya masing masing. Seperti dalam bidang dakwah, ada yang memasukkan komedi di dalamnya dan seni yang menjadi pertunjukan, dan lain sebagainya. Ada pula mereka yang berdakwah melalui Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) seperti di bidang kesehatan dengan didirikannya PKU dan Klinik Muhammadiyah, dan dalam pendidikan. Menurut data pada milad ke-111 kemarin, saat ini Muhammadiyah-Aisyiyah memiliki total 122 rumah sakit ditambah dengan 20 yang masih dalam tahap proses pembangunan, dan klinik yang berjumlah 231; tidak kalah pula dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah telah memiliki kurang lebih 2.604 SD/sederajat, 1.722 SMP/sederajat, 1.291 SMA/sederajat dan 160 pesantren, serta Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah kurang lebih berjumlah 172 yang juga telah memiliki peran dalam mencerdaskan anak bangsa dan mencetak para kader persyarikatan.
Muhammadiyah dalam halnya pendidikan tak perlu diragukan kembali, pasalnya organisasi ini telah membangun sekolah sejak tahun 1918 yang memiliki nama Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Madrasah yang didirikan langsung oleh pendiri Muhammadiyah, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan dan berdiri lebih tepatnya pada tanggal 8 Desember 1918 di Yogyakarta. Sekolah Kader Persyarikatan 6 tahun dan langsung ditangani oleh Pimpinian Pusat Muhammadiyah, yang berbasis boarding school. Sekolah yang memiliki visi mencetak Kader ulama, pemimpin, dan pendidik. Untuk menyokong visi tersebut menjadikan sekolah ini memuat kurikulum dan menjadikan mata pelajaran yang begitu banyak. Tentunya untuk masalah kurikulum tak perlu diragukan lagi, karena sekolah ini juga merupakan pondok pesantren modern menjadikan kurikulumnya mengikuti perkembangan zaman. Ditambah lagi kerjasama oleh berbagai macam kurikulum luar negeri, seperti kurikulum Cambridge untuk memperluas wawasan dalam mempelajari Bahasa Inggris, dan kurikulum Mu’adalah yang diketahui itu merupakan sebuah kurikulum dari Universitas Al-Azhar Kairo yang mempermudah santri Mu’allimin untuk melanjutkan kuliah di sana.
Usaha Mu’allimin dalam melaksanakan visinya berjalan sebagaimana mestinya. Begitu banyak kadernya menuntut ilmu di bangku perkuliahan lalu kembali kepada Muhammadiyah dan melakukan pengabdiannya kepada masyarakat desa terpencil. Shidiq Wahyu Oktavianto adalah salah satunya. Beliau adalah alumni Mu’allimin dan kader Anak Panah Muhammadiyah yang mengabdikan diri di tanah kelahiran Buya Syafi’i Ma’arif di Sumpur Kudus, Sumatera Barat. Beliau mendapatkan tawaran yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Pada awalnya memang sulit baginya untuk menentukan pilihannya, karena memang sebelum mendapatkan tawaran tersebut ia sudah mendaftarkan diri sebagai guru SD Muhammadiyah Insan Kreatif Kembaran dan juga sudah mengajukan pendidikan kuliah S-2.
Pada akhirnya ia pun mengiyakan tawaran Buya setelah berkonsultasi dengan orang tua, dan yang menjadi landasan kuat ia mengambil keputusan tersebut adalah dukungan dan saran dari guru sekaligus mantan direktur Mu’allimin, yaitu Ustadz Hamdan Hambali dan Ustadz Ikhwan Ahada. Meskipun harus meninggalkan hal yang sudah dibangun di Yogyakarta pada akhirnya ia memilih untuk mengabdikan diri di Sumpur Kudus berharap dapat belajar banyak dari pengalaman yang baru dan berkontribusi bagi masyarakat setempat.
Lebih dari itu, lulusan Mu’allimin juga melesat ke berbagai macam profesi. Tak hanya fokus menjadi ulama, pemimpin, dan pendidik tetapi mereka berkontribusi pula dengan bidang yang mereka tekuni. Di dunia hiburan, seperti Yusril Fahriza sebagai komedian dan aktor; seputar musik ada Humam Mufid sebagai basis grup band asal Yogyakarta, Festivalist; dan di ruang lingkup wirausaha ada Co-Founder sekaligus CEO Evermos, Ghufron Mustaqim yang juga sebagai Sekretaris Jenderal Serikat Usaha Muhammadiyah dan Wakil Ketua LP UMKM PP Muhammadiyah; dan masih banyak lainnya.
Maka dari itu, dalam mendukung visinya juga madrasah memiliki program pengabdian kepada masyarakat. Program ini dikhususkan untuk kelas 10 dan 11 setiap bulan Ramadhan yang dilaksanakan selama kurang lebih 20 hari yang gunanya untuk mempersebarluaskan ilmu selama 4 atau 5 tahun didapatkan di Mu’alimin. Program ini dianamakan Mubaligh Hijrah mereka yang ditugaskan untuk mengabdi kepada masyarakat dan lain sebagainya. Kegiatan yang dilaksanakan seperti menjadi imam shalat lima waktu bahkan shalat Jum’at, membantu menjadi guru ngaji dalam sebuah tempat pengajian anak, dan membantu masyarakat sekitar. Kegiatan Mubaligh Hijrah sendiri terdiri dari 4 pengelompokan, pertama Mubaligh Hijrah Internasional, tentu sudah jelas dari namanya jadi para santri akan menjadi mubaligh di luar negeri seperti kemarin ada yang sudah ke Taiwan, Thailand, Malaysia, Jepang, dan lainnya.
Mereka yang mengikuti tentu sudah melewati masa-masa seleksi terlebih dahulu; kedua adalah Mubaligh Hijrah Madrasah, mubaligh ini akan diterjunkan oleh madrasah sesuai dengan permintaan PCM atau PRM dari seluruh Indonesia. Permintaan terbanyak pada saat ini masih sekitar DIY, Magelang, Banjarnegara, dan sekitarnya; ketiga Mubaligh Hijrah Organisasi Daerah, kegiatan yang dilaksanakan atas pengajuan proposal oleh santri atas nama Organisasi Daerah dari Mu’allimin kepada PDM yang akan dijadikan tempat dilaksanakannya kegiatan tersebut, yang mengikuti umumnya adalah mereka yang tempat tinggalnya sekitar tempat kegiatan lalu berkumpul menjadi satu dan mengajukan proposal yang berisi kegiatan meriah dan bermanfaat untuk masyarakat selama bulan Ramadhan; dan terakhir yang keempat adalah Mubaligh Hijrah Mandiri, kegiatan ini dilaksanakan di tempat tinggal dari masing masing santri. Umumnya mereka yang berkegiatan Mubaligh Hijrah melalui Organisasi Daerah akan membuat acara seperti perlombaan untuk para murid TPA, serta puncak acara pada Tabligh Akbar yang mengundang para pemateri terkenal. Contohnya, Mubaligh Hijrah Organisasi Daerah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat yang berkumpul menjadi satu melaksanakan Mubaligh Hijrah di wilayah PCM Cileungsi, Bogor pada Ramadhan 1445 H. Pada acara Tabligh Akbar, mereka mengundang Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof. Dr. Ma’mun Murod, S.Sos., M.Si. sebagai pemateri.
Untuk mencetak santrinya benar-benar bisa menjadi Kader Persyarikatan yang bermanfaat, ujian yang diselenggarakan oleh madrasah pun tak hanya bersifat tertulis maupun akademik. Tetapi juga berupa ujian perkaderan oleh organisasi otonom yang ada di Mu’allimin seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Hizbul Wathan dan Tapak Suci, serta ujian praktik ibadah yang harus mereka ujikan. Apabila seluruh ujian tersebut tidak dilaksanakan maka mereka tidak akan dinyatakan lulus dari madrasah. Kedua ujian tersebut dilaksanakan di setiap jenjangnya mulai dari kelas 7 sampai kelas 12. Ujian di kelas 12 pun tak main main, selain ada ujian praktik menjadi khatib dalam shalat Jum’at, mereka juga harus melaksanakan dan menghadapi Ujian Kader.
Dalam ujian tersebut mereka dikelompokan yang kurang lebih berjumlah 10 santri kemudian langsung dihadapkan dan diuji oleh orang orang terkenal di Muhammadiyah, baik ketua atau anggota dari para Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tidak hanya itu mereka juga harus melaksanakan kegiatan Darul Arqam Purna sebagai agenda dan ujian terakhir, juga sebagai penutup bagi mereka selama 6 tahun di Mu’allimin sebelum acara kelulusan dan pelepasan. Di dalam acara tersebut pernah mengundang beberapa pemateri hebat, seperti: Drs. H. Jamaluddin Ahmad, S.Psi ; dr. H. Agus Taufiqurrahman, M.Kes., Sp.S.; Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum.; serta Buya Prof. Drs. K.H. Ahmad Syafi’i Ma’arif, M.A., Ph.D.
Oleh karena itu, dengan dilaksanakannya berbagai macam kurikulum, pembekalan dan khususnya ujian perkaderan tersebut, diharapkannya para santri ketika sudah lulus memiliki pembekalan yang cukup. Baik akademik maupun non akademik, hal yang bersifat teori maupun praktik, serta memiliki mental yang kuat agar mereka nantinya benar-benar bisa mewujudkan salah satu maupun ketiga dari visi tersebut. Para alumni Mu’allimin diharapkan tidak hanya menjadi individu yang unggul dalam bidang keagamaan, kepemimpinan, dan pendidikan, tetapi juga mampu memberikan kontribusi nyata di berbagai sektor kehidupan. Mereka diharapkan menjadi agen perubahan yang mampu membawa nilai-nilai Islami dalam setiap aspek kehidupan, baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Dengan demikian, kontribusi mereka sebagai Anak Panah Muhammadiyah tidak hanya dirasakan oleh lingkungan sekitar tetapi juga oleh bangsa dan negara.