Apakah Disunahkan Takbirat Zawaid pada Shalat Istisqa’?
PDM DEPOK – Oleh: Nur Fajri Romadhon*
Mengingat peningkatan suhu yang begitu terasa di Tanah Air belakangan ini, ditambah naiknya level polusi udara di sejumlah kota besar, langkanya peristiwa turun hujan sepanjang bulan September 2023 (padahal normalnya ini awal musim hujan) mendorong banyak kaum Muslimin untuk mengadakan shalat Istisqa’.
Namun, sebelum melaksanakan shalat Istisqa’, ada baiknya mengetahui sejumlah hal penting terkait cara pengerjaannya. Di antara hal yang penting untuk dibahas ialah: Apakah disunahkan Takbirat Zawaid dalam shalat Istisqa’ ini?
Takbirat Zawaid artinya takbir-takbir tambahan sebagaimana yang disepakati seluruh ulama bahwa ia disunahkan dalam shalat Id. Misalnya, sebagaimana pendapat mazhab Syafii yang ditarjih oleh Muhammadiyah, tujuh kali takbir tambahan di rakaat pertama—belum termasuk takbiratul ihram- lalu lima takbir tambahan di rakaat kedua—tidak termasuk takbiratul intiqal—sebagaimana yang biasa dilakukan oleh kaum Muslimin Indonesia.
Setidaknya ada tiga pendapat ulama terkait hal ini (mazhab Hanafi tidak disebutkan sebab ia berpendapat bahwa tidak disunahkan shalat khusus bernama shalat Istisqa’, namun hanya berdoa).
Pendapat pertama: Sebagian ulama, termasuk mazhab Syafii dan Hanbali menilai bahwa Takbirat Zawaid disunahkan dalam shalat Istisqa’ sebagaimana dalam shalat Id.
Pendapat kedua: Sebagian ulama lainnya, termasuk di dalamnya mazhab Maliki, tidak menyunahkan Takbirat Zawaid dalam shalat Istisqa’. Al-Imam An-Nawawiyy dan Al-Imam Asy-Syaukaniyy menganggap inilah pendapat mayoritas ulama, sebab ia juga pendapatnya Al-Awza’iyy, Ats-Tsawriyy, Ishaq ibn Rahuyah, bahkan juga sebagian ulama mazhab Syafii dan Hanbali. Yakni, shalat Istisqa’ dikerjakan mirip dengan cara shalat Jumat.
Pendapat ketiga: Sebagian kecil ulama, semisal Madzhab Dawūd Adz-Dzhahiriyy, memberikan pilihan: boleh melakukan Takbirat Zawaid, boleh tidak. Memang, para ulama di pendapat pertama yang mensunahkan Takbirat Zawaid pun tetap menganggap shalat Istisqa’ sah tanpa takbir-takbir tambahan tersebut.
Dengan tetap menghargai pendapat-pendapat lain, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Muktamarnya yang ke-20 di Garut tahun 1976 memutuskan untuk merajihkan pendapat yang kedua: tidak disunahkannya Takbirat Zawaid di shalat Istisqa’.
Dalilnya ialah bahwa riwayat-riwayat yang marfu’ nan sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang shalat Istisqa’ tidak menyebutkan adanya Takbirat Zawaid, berbeda halnya dengan riwayat-riwayat terkait shalat Id yang menyebutkan hal tersebut. Lalu oleh karena hukum asal ibadah maHdhah haruslah berlandaskan dalil, maka takbir-takbir tambahan sebagaimana dalam shalat ‘Id tidaklah disunahkan.
Adapun pendalilan dengan riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat Istisqa’ dua rakaat sebagaimana beliau shalat Id.” [HR. At-Tirmidziyy], maka selain sanad hadis ini dilemahkan sejumlah pakar hadis, semisal Al-Hafidzh Ibnu ‘Abdilbarr, begitu pula hadis senada riwayat Ad-Daraquthniyy, namun juga ia tidak serta-merta dipahami kesamaan antara shalat Id dan Istisqa’ dari sisi Takbirat Zawaid.
Kesamaan yang dimaksud Ibnu ‘Abbas dapat juga dipahami sebagai kesamaan dari sisi berjamaah di tanah lapang, dari sisi jumlah rakaat, dari sisi imam mengeraskan bacaan shalatnya, dari sisi bahwa keduanya dilakukan tanpa azan ataupun iqamat, serta dari sisi bahwa khutbahnya dilakukan selepas shalat.
Sisi-sisi kesamaan ini dapat dipahami dari riwayat para Shahabat lainnya, semisal Ibnu ‘Umar, Abū Hurairah, ‘Abdullah ibn Zaid, dan lainnya—radhiyallahu ‘anhum. Semoga Allah menerima shalat Istisqa’ kita serta mengabulkan doa-doa kita agar hujan turun membawa keberkahan dari-Nya.
3 Oktober 2023
*Nur Fajri Romadhon, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Kota Depok – Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah DKI Jakarta