Tertawa Dalam Islam Boleh Saja, Tapi Ada Batasnya

PDMDEPOK.COM – Oleh Muhsin MK
Manusia diberikan kelebihan dari makhluk- makhluk lainnya. (At Tin: 5). Salah satu kelebihan manusia yang dianugerahi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah suka tertawa. Kelebihan ini dapat dilihat pada manusia antara lain saat kita melihat sesuatu yang lucu dan menggelitik emosi kita. Dengan sendirinya kita pun tertawa lepas, bahkan hingga terpingkal- pingkal.
Tertawa itu benar anugerah Allah yang diberikan pada setiap manusia. (QS An Najm:43) Sebagaimana yang dialami oleh Nabi Sulaiman ‘alaihis salam saat dirinya mendengar semut bicara kepada teman temannya agar mereka masuk kedalam sarang masing-masing di lembah yang akan di lewati bala tentaranya. “Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu”. (An Naml: 18-19).
Namun dalam tertawa itu ada batas batasnya yang perlu mendapatkan perhatian dari diri kita sendiri . Dalam Islam tertawa itu ada batas dan adab-adabnya yang diajarkan oleh Allah dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Batas dan adabnya antara lain, sebagai berikut:
Pertama, bisa tertawa hendaknya bersyukur (QS Ibrahim:7) dan ingat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena tertawa itu adalah termasuk dari anugerah (nikmat) dari Nya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “dan sesungguhnya Dia (Allah) lah yang menjadikan orang (bisa) tertawa dan menangis”. (QS An Najm:43).
Kedua, tidak mentertawakan sesama manusia dan orang lain, apalagi untuk merendahkan dan menghina mereka. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Wahai orang orang beriman! Janganlah suatu kaum mentertawakan (mengolok olok) kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang ditertawakan) lebih baik dari mereka (yang mentertawakan)”. (QS Al Hujurat:11).
Ketiga, tertawa dilakukan dengan tersenyum mencontoh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Dalam hal ini ada dua macam.
- Tidak pernah tertawa dengan terbahak bahak hingga kelihatan gigi dan tenggorokannya. Sesuai hadits dari Aisyah Radhiyallahu Anha “Saya tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tertawa terbahak bahak sehingga kelihatan tenggorokannya, beliau biasanya hanya tersenyum”. (HR Bukhari no 6092 dan Muslim no 1497).
- Mendengar orang lain tertawa beliau hanya tersenyum saja tidak ikut ikutan tertawa, apalagi karena mendengarkan kata kata kasar dan buruk. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Simak bin Harb, ia berkata, “Aku bertanya kepada Jabir bin Samurah, ‘Pernahkah kamu duduk bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam?’ Jawab Jabir, ‘Bahkan sering. Beliau biasanya belum berdiri dari tempat shalat (dimana beliau shalat) subuh, sebelum terbit matahari. Apabila matahari telah terbit barulah beliau berdiri. Selama duduk duduk itu para sahabat ada yang bercakap cakap membicarakan masa jahiliah mereka, lalu mereka tertawa, sedangkan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam hanya tersenyum”. (HR. Muslim no 2322).
Keempat, hendaklah kita tidak terlalu banyak tertawa apalagi secara berlebih lebihan, karena hal itu bisa merusak dan mematikan hati. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, “Janganlah terlalu banyak tertawa karena terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati”. (HR At Tarmidzi 2/50, Ibnu Majah no 3400).
Kelima, kita berusaha sedikit tertawa dan lebih banyak menangis, apalagi ingat negeri akhirat. Sesuai sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, “Surga dan neraka ditampakkan kepadaku maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini, seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis (HR Muslim no 2359).”
Keenam, kita hindari dan tidak membuat orang lain tertawa dengan cara membual, berbohong dan cerita dusta, apalagi saat kelakar dan bersenda gurau. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, “Celakalah bagi orang yang berbicara lantas berdusta hanya ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia”. (HR Abu Dawud no 4990 dan Tirmidzi no 3315).