Esai/Opini

Teacher Day 2024: Menghargai Pilar Peradaban Bangsa

“Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru. Namamu akan selalu hidupdalam sanubariku. Semua baktimu akan ‘ku ukir di dalam hatiku. Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu”.

PDMDEPOK.COM – Kita tentu sangat hafal dengan bait lagu tersebut, hari ini 25 November kita kembali memperingati Hari Guru Nasional, sebuah momen penting untuk mengenang jasa-jasa mereka yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa. Hari Guru bukan sekadar perayaan, melainkan kesempatan bagi kita semua untuk merefleksikan betapa besar kontribusi guru dalam membangun peradaban, menginspirasi mimpi-mimpi anak bangsa, dan menanamkan nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi masa depan. Melalui ketekunan, pengorbanan, dan kasih sayang, para guru telah menjadi teladan yang mengajarkan ilmu dan kebijaksanaan, sekaligus membentuk karakter bangsa. Peringatan ini menjadi panggilan bagi seluruh elemen masyarakat untuk lebih menghormati, mendukung, dan mengapresiasi peran besar mereka dalam mewujudkan Indonesia yang maju dan bermartabat.

Ditengah berbagai tantangan yang dihadapi, profesi guru dan dosen kerap kali dianggap sebelah mata. Istilah “Guru”  yang dalam Bahasa jawa difahami sangat mulia yaitu “Digugu dan ditiru” (dipercaya dan diikuti) seringkali diplesetkan dalam konotasi yang kurang enak didengar meskipun hanya sebuah candaan “Guru” (Wagu tur kuru/kurang pantas dilihat dan kurus), “Dosen” (bukunya satu dus, gajinya satu sen),” yang keduanya menggambarkan minimnya penghasilan mereka.  Candaan ini tentu tidak dapat dipungkiri karena menggambarkan realitas yang sebenarnya bagaimana profesi yang semestinya dihormati justru kerap kali diabaikan dari segi kesejahteraan maupun penghargaan moral. Dalam banyak case dapat dilihat bagaimana seorang pendidik dengan gelar S1 yang harus menempuh Pendidikan selama 17 tahun tidak lebih baik tingkat kesejahteraanya dibandingkan dengan asisten rumah tangga yang hanya mengenyam Pendidikan 6 tahun bahkan kurang, sebuah realitas yang sangat menyedihkan.

Ujung Tombak Peradaban

Guru dan dosen adalah ujung tombak peradaban bangsa, mereka tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter generasi muda dan mengarahkan masa depan mereka menuju cita-cita luhur. Melalui tangan mereka, tercipta individu-individu yang berdaya saing, berintegritas, dan mampu membawa bangsa ini berdiri tegak di tengah ketatnya persaingan global. Namun, tanggung jawab besar ini sering kali terbentur oleh kenyataan pahit, kesejahteraan para pendidik yang masih jauh dari memadai. Bagaimana mungkin seorang guru mampu mendidik dengan penuh konsentrasi jika kebutuhan dasarnya sendiri sulit terpenuhi? Bagaimana seorang dosen dapat terus menghasilkan riset yang berkualitas jika beban hidup menenggelamkan dedikasinya? Kesejahteraan bukan sekadar soal angka di slip gaji, tetapi juga tentang penghargaan terhadap martabat dan pengakuan atas peran strategis mereka. Ketika kesejahteraan mereka diabaikan, kita bukan hanya mengkhianati profesi yang mulia ini, tetapi juga melemahkan fondasi utama pembangunan bangsa. Dalam situasi serba kompleks yang menuntut profesionalisme dan inovasi, mereka tetap berjuang untuk memberikan yang terbaik, meskipun fasilitas penghargaan dan perlindungan kerap kali tidak sebanding dengan tanggung jawab yang mereka emban. Menghargai mereka bukan hanya soal memperbaiki kesejahteraan ekonomi, tetapi juga soal menyediakan ruang dan dukungan moral yang memungkinkan mereka menjalankan tugas mulia tanpa rasa takut atau tekanan.

Tanpa Perlindungan Hukum

Tidak hanya soal kesejahteraan, para pendidik juga kerap menghadapi risiko kriminalisasi yang merusak martabat profesi mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul banyak kasus dimana para pendidik dipolisikan hanya karena menjalankan tugas mereka memberikan teguran atau sanksi kepada siswa yang melanggar aturan sebagai bagian dari proses pembelajaran dan pembentukan karakter. Ironisnya, tindakan ini seringkali disalahartikan sebagai pelanggaran hak anak atau tindakan yang dianggap merugikan, tanpa mempertimbangkan konteks pendidikan yang mendasarinya. Fenomena ini mencerminkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap otoritas guru sebagai pendidik yang bertanggung jawab tidak hanya untuk mengajar, tetapi juga untuk membimbing moral dan karakter siswa.

Ketika otoritas guru direndahkan oleh stigma atau ancaman hukum, proses pendidikan kehilangan salah satu elemen pentingnya, yaitu disiplin sebagai pilar pembentukan karakter. Lebih jauh lagi, kriminalisasi terhadap guru menciptakan iklim ketakutan yang dapat menghambat keberanian pendidik dalam menegakkan nilai-nilai dan norma yang semestinya ditanamkan di sekolah. Hal ini tidak hanya berimplikasi pada kualitas pendidikan, tetapi juga pada mentalitas generasi muda yang cenderung tumbuh tanpa penghormatan terhadap otoritas dan kedisiplinan. Maka, diperlukan langkah serius untuk memberikan perlindungan hukum kepada para pendidik, meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap peran dan tanggung jawab moral guru, serta memperkuat sinergi antara orang tua dan institusi pendidikan dalam mendukung proses pembelajaran yang sehat dan bermakna.

Refleksi untuk Perubahan

Momentum Hari Guru harus dimanfaatkan sebagai ajang refleksi bagi semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun institusi pendidikan, untuk memperkuat komitmen terhadap peningkatan mutu pendidikan. Langkah konkret yang dapat diambil meliputi beberapa aspek penting. Pertama, peningkatan kesejahteraan guru dan dosen harus menjadi prioritas melalui pemberian upah yang memadai, insentif kerja yang layak, serta jaminan sosial yang mencukupi, sebagai bentuk penghargaan atas peran mereka yang vital. Kedua, perlindungan hukum bagi pendidik perlu ditegakkan untuk melindungi mereka dari ancaman kriminalisasi, sehingga guru dan dosen dapat menjalankan tugasnya dengan aman dan bermartabat. Ketiga, peningkatan kapasitas guru dan dosen melalui pelatihan serta pengembangan kompetensi yang berkesinambungan menjadi langkah strategis untuk mendorong inovasi dalam pengajaran, agar mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berubah. Keempat, penguatan peran masyarakat sangat penting untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang kondusif, dimana orang tua dapat melihat guru sebagai mitra sejati dalam mendidik anak, bukan sebagai pihak yang berseberangan.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan peringatan Hari Guru tidak hanya menjadi seremonial semata, tetapi benar-benar menjadi tonggak perubahan untuk menghargai dan mendukung para pendidik dalam menjalankan tugas mulianya. Menjadi pengingat bagi kita semua untuk tidak lagi hanya beretorika soal pentingnya pendidikan, tetapi benar-benar bertindak demi kesejahteraan para pendidik. Karena melalui tangan mereka, masa depan bangsa kita ditentukan.

Selamat Hari Guru 2024 ! *

 

Penulis : Dr. Heri Solehudin Atmawidjaja (Pemerhati Sosial Politik, Dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta, Wakil Ketua Forum Doktor Sosial Politik Universitas Indonesia, Direktur Heri Solehudin Center).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button