Tangga Peradaban Itu Dunia Literasi

PDM DEPOK, JAKARTA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kiai Saad Ibrahim, menekankan pentingnya literasi sebagai tangga peradaban Islam dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertema “Sholat dan Mi’raj Peradaban,” yang digelar pada Jumat (17/01).
Dalam ceramahnya, Kiai Saad mengaitkan literasi dengan konsep zikir dan qiraah berdasarkan Al-Qur’an.
“Tangga peradaban itu dunia literasi, yang terdapat dalam QS Al Alaq ayat 1, ‘Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu’ (Iqra’ bismi rabbika). Artinya, mengingat nama Allah itu sebagai permulaan, setelah itu membaca atau qiraah,” ujar Kiai Saad.
Ia menjelaskan bahwa dunia literasi harus berbasis pada zikir kepada Allah. Hal ini tercermin dalam ibadah salat sebagaimana disebutkan dalam QS Taha ayat 14, ‘Dirikanlah salat itu untuk mengingat Aku’ (Aqimiṣ-ṣalāta lidzikrī). “Secara formal, mengingat Allah itu ada pada salat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kiai Saad mengungkapkan bahwa tradisi literasi telah ada sejak peradaban Yunani, namun Islam tidak hanya berfokus pada literasi semata. “Konsen Islam bukan yang pertama pada literasinya, melainkan pada dzikr bismi rabbika. Karena itu, peradaban dalam konteks dzikru bismi rabbika wujudnya adalah nuṣuṣ,” jelasnya.
Menurutnya, selama hampir dua abad, dunia Islam sibuk dengan pengembangan ilmu-ilmu berbasis Al-Qur’an dan Hadis. Hal ini melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti Ulum al-Qur’an, Ulum al-Hadis, fikih, usul fikih, ilmu kalam, hingga tasawuf. “Imam Syafii menulis Al-Umm dan Al-Risalah, kemudian pada abad ketiga hijriah, dunia Islam menerapkan prinsip dzikru bismi rabbika dalam konteks dunia literasi,” katanya.
Kiai Saad menyoroti proses Islamisasi literasi Yunani yang kemudian mendorong masa keemasan peradaban Islam. “Elan vitalnya adalah ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak sekadar itu. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang punya basis kuat dengan dzikru bismi rabbika dan nuṣuṣ,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa peradaban Islam yang berkembang pesat tidak melahirkan sekularisme. “Elan vital dunia literasi pada waktu itu punya basis nuṣuṣ atau wahyu, pikiran rasional, pembuktian empirik, dan intuisi,” ujar Kiai Saad.
Ia juga menjelaskan bahwa para ulama menempatkan nuṣuṣ sebagai pilar utama, diikuti pilar lain seperti intuisi, rasionalitas, dan pembuktian empirik, sesuai pandangan masing-masing tokoh.
Dalam refleksinya, Kiai Saad menyebutkan bahwa peradaban Islam bertahan selama tujuh abad hingga runtuh pada 1924. Namun, ia optimis akan kebangkitan peradaban Islam yang kedua.
“Saya yakin Allah tidak akan membiarkan peradaban Islam runtuh total. Dua belas tahun sebelum runtuhnya kekuasaan Islam, Allah memberikan ilham kepada KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah pada 1912. Tahun 1914 Allah ilhamkan tokoh Al Irsyad, tahun 1923 lahir Persis, dan tahun 1926 lahir Nahdlatul Ulama,” paparnya.
Kiai Saad berkeyakinan bahwa benih-benih yang telah ditanam oleh para tokoh Islam akan membawa pada kebangkitan Islam yang baru, atau the second golden ages.
Sumber: Muhammadiyah.or.id