Esai/Opini

Mendambakan Media Muhammadiyah yang Kuat

PDM DEPOK – Oleh: M Raihan Febriansyah*

112 tahun sudah Muhammadiyah berkiprah. Tak perlu lagi diragukan kontribusinya untuk perjalanan panjang bangsa dan negara ini. Jika kita menyebut amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, maupun sosial, tak ada kata lain yang bisa menggambarkan kiprah Muhammadiyah kecuali “Luar Biasa”. Merujuk pada data resmi 2022 lalu, Muhammadiyah memiliki 20.233 TK/PAUD/KB, 2.817 SD sederajat, 1.826 SMP sederajat, 1.364 SMA sederajat, 440 pesantren, 171 perguruan tinggi, 355 rumah sakit dan klinik, serta 562 panti asuhan.

Namun ada hal yang menggelitik penulis, yakni terkait lemahnya Muhammadiyah dalam pengelolaan media. Padahal dari ratusan perguruan tinggi, persyarikatan memiliki para pakar di bidang media. Salah satu kabar yang menyedihkan adalah penghentian operasional ADITV Jogja pada 31 Mei 2024 pukul 20.15 WIB. Setelah on air perdana pada 18 Juli 2000, akhirnya ADITV yang awalnya adalah televisi komunitas milik Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dan dikelola oleh keluarga tokoh Muhammadiyah, Amien Rais, ini pun menyerah pada digitalisasi.

Lemahnya Pengelolaan Media di Muhammadiyah

Ada beberapa alasan mengapa penulis mengatakan Muhammadiyah lemah dalam pengelolaan media.

  1. Hingga saat ini, Muhammadiyah belum memiliki satu media yang benar-benar kuat dan dijadikan rujukan informasi oleh masyarakat Indonesia. Muhammadiyah masih bisa berbangga karena Suara Muhammadiyah, sebagai majalah yang telah terbit sejak Dzulhijjah 1333 H bertepatan dengan 13 Agustus 1915 M, maka usia Suara Muhammadiyah telah terhitung 109 tahun. Fakta ini diganjar rekor MURI sebagai majalah islam yang terbit berkesinambungan terlama. Tapi coba tanyakan pada warga Muhammadiyah saja, berapa banyak yang masih membaca Suara Muhammadiyah? Dimana kita bisa menemukan Suara Muhammadiyah selain di amal usaha Muhammadiyah? Apakah pernah kita menemukan Suara Muhammadiyah di tempat publik seperti kita melihat Majalah Tempo?
  2. Data menunjukkan bahwa Muhammadiyah cukup tertinggal dalam pengelolaan media di era digital. Misal, jika merujuk pada data Similarweb yang diakses pada 15 November 2024, pengunjung portal suaramuhammadiyah.id di bulan Oktober 2024 hanya 199.153, sedangkan muhammadiyah.or.id dikunjungi hingga 971.413. Bandingkan misalnya dengan NU.or.id yang dikunjungi hingga 19.01 juta pengguna internet, sangat jauh tertinggal. Pengunjung muhammadiyah.or.id hanya sekitar 5% dari pengunjung NU online. Ini tentu perlu menjadi peringatan bagi pengelola portal Muhammadiyah.
  3. Belum ada konektivitas dan kolaborasi antar media Muhammadiyah. Mari jujur melihat, saat ini pengelolaan antar berbagai media Muhammadiyah belum terkoneksi satu sama lain. Semua masih berjalan masing-masing dengan problematika yang dihadapi masing-masing. Di tingkat pusat saja, media-media seperti TV Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, Suara Aisyiyah, Majalah KUNTUM, dan sebagainya belum menerapkan konvergensi media. Padahal setiap dari media tersebut memiliki jejak panjang dalam sejarah media di Indonesia.
  4. Adanya ego di kalangan pimpinan Muhammadiyah. Kita temukan hampir semua pimpinan di berbagai tingkatan memiliki dan mengelola medianya masing-masing. Akhirnya pembaca tidak terkumpul menjadi satu. Ratusan situs resmi persyarikatan dan media afiliasi Muhammadiyah pada dasarnya bagai pisau bermata dua. Satu sisi menunjukkan keberagaman dan banyaknya pengelola media di persyarikatan, namun di sisi lain, pembaca atau audiens menjadi terpecah dan tidak bisa dijadikan sebagai sebuah kekuatan.

Konvergensi Media Sebuah Keharusan

Di era digital dimana penerapan konvergensi media menjadi sebuah keharusan, nyatanya di Muhammadiyah, media-media kita belum menerapkannya.

Pada momen Milad 112 tahun Muhammadiyah ini, penulis ingin kembali mengangkat isu konvergensi media pada media-media di lingkungan persyarikatan. Banyak pertimbangan agar konvergensi media ini segera diterapkan. Merujuk buku Convergence Culture: Where Old and New Media Collide oleh Henry Jenkins, konvergensi media merupakan sebuah proses yang terjadi karena perkembangan budaya masyarakat. Dengan perkembangan teknologi saat ini, konvergensi media yang menggabungkan beberapa platform media atau teknologi media menjadi satu, tentu harus dipertimbangkan.

Ada beberapa manfaat atau keunggulan ketika Muhammadiyah mampu mengimplementasi konvergensi media:

Pertama, efektivitas dan efisiensi operasional. Tak dapat dipungkiri, media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jika konvergensi media diwujudkan, termasuk pada sumber daya manusianya, seharusnya dapat membuat operasional menjadi lebih efisien. Apalagi seringkali memang berita yang sama, dari peristiwa yang sama, ditulis oleh orang yang berbeda untuk media yang berbeda. Ini harus dipertimbangkan. Beberapa media Muhammadiyah masih bisa hidup hingga saat ini karena masih terus disubsidi oleh pimpinan persyarikatan. Perlu ditanyakan, jika suatu saat subsidi dihentikan, apakah sudah siap?

Kedua, posisi tawar menjadi lebih kuat untuk mendatangkan pemodal atau pengiklan. Katakanlah di media online, jika pengunjung dari ratusan media afiliasimu dan ratusan website resmi organisasi itu dijadikan satu, tentu angkanya luar biasa dan dapat menjadi daya tarik bagi para pengiklan. Sedangkan sebaliknya jika traffic terpecah, maka jumlah pembaca terlihat sedikit dan tidak menarik. Ini terjadi tidak hanya pada media online. Televisi misalnya. Ada TVMu, TVMu Jogja, TVMu Bandung, yang boleh dibilang pengelolaannya tidak satu manajemen. Di Youtube, TVMu memiliki 401 ribu subscribers, TVMu Yogyakarta memiliki 29.800 subscribers, sedangkan TVMu Bandung baru memiliki 3 ribu subscribers. Di Instagram, TVMu memiliki 144 ribu followers, TVMu Jogja 12 ribu followers, TVMu Bandung hanya 456 followers. Pertanyaannya, mengapa tidak fokus pada satu TVMu saja?

Ketiga, dapat menjadi rujukan kuat dan pembawa arah opini publik. Dengan jumlah pengunjung yang besar dan ragam informasi yang menjadi satu, tentu Muhammadiyah bisa memainkan peran dalam pengelolaan opini publik secara lebih masif dan terstruktur. Jika portal media Muhammadiyah bisa memiliki monthly visitor hingga 20 juta per bulan, tentu memiliki andil kuat di dalam menentukan opini publik.

Mewujudkan Muhammadiyah Media Group

Penulis pernah melakukan penelitian tentang konvergensi media. Ada 5 elemen dalam konvergensi media yang apabila dikelola dengan baik, maka media tersebut dapat bertahan di tengah persaingan yang kian ketat.

  1. Media cetak
  2. Media audio visual
  3. Media online
  4. Komunitas
  5. Event

Muhammadiyah memiliki modal kuat dalam 5 aspek tersebut. Media cetak dengan Suara Muhammadiyah, Suara Aisyiyah, Kuntum yang punya sejarah panjang. TV Muhammadiyah yang semakin profesional pengelolaannya, media online resmi persyarikatan dan ratusan media afiliasi, komunitas yang kuat dari warga persyarikatan, hingga berbagai kegiatan atau event yang ada di Muhammadiyah. Jika kelima unsur ini saling terkoneksi dan dikelola dengan baik, mewujudkan Muhammadiyah Media Group yang kuat tentu bukan hanya sekadar harapan.

Pada momentum peringatan Milad 112 tahun Muhammadiyah ini, Penulis sangat berharap Muhammadiyah di bawah komando Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat mewujudkan Muhammadiyah Media Group. Jangan kalah oleh Kompas Gramedia Group, Media Group, MNC Media, Mahaka Media Group, atau jaringan bisnis media lainnya di Indonesia. Jika di dunia pendidikan kita bisa melebihi konglomerasi ini, mengapa di dunia media kita tidak bisa?

Sebut saja, Kompas Gramedia Group. Saat ini Kompas memiliki Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Multimedia Nusantara Polytechnic (MNP), dan Multimedia Nusantara School (MNS). Bandingkan dengan amal usaha pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah.

Contoh lain MNC. MNC saat ini memiliki satu universitas, MNC University. Tentu tak bisa dibandingkan dengan 160 lebih perguruan tinggi yang dimiliki Muhammadiyah. Sekali lagi, Jika di dunia pendidikan kita bisa melebihi konglomerasi ini, mengapa di dunia media kita tidak bisa? Muhammadiyah pasti bisa!

 

*Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kota Depok

*Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PWM DKI Jakarta

*Dekan Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Saintek Muhammadiyah

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button