Manhaj dan Kebijakan Politik Muhammadiyah
PDM DEPOK, Parung – Di tengah realitas politik yang kian pragmatis, dibutuhkan politik yang membawa nilai-nilai etis. Hal ini disampaikan Rektor UMJ dan Guru Besar Bidang Politik Prof. Dr. Ma’mun Murod Al Barbasy, S.Sos., M.Si. dalam Baitul Arqom Pimpinan dan Pembinaan Ideopolitor Muhammadiyah Kota Depok di Wisma BBGP Banten, Parung, Bogor, Sabtu (2/12/2023).
Ma’mun Murod menjelaskan bahwa politik dalam pandangan manhaj Muhammadiyah adalah suatu bentuk muamalah duniawiyah karena kaitannya dengan pengelolaan keduniaan. Namun, menurut dia, dalam politik harus dilandasi oleh spirit dan nilai yang bersumber dari ajaran Islam.
“Maka cara memahaminya sesuai dengan manhaj Muhammadiyah, yakni dengan bayani, burhani, irfani. Bayani itu teks, burhani itu kontekstualitas, dan irfani berkaitan dengan intuisi atau ruhaniah,” ungkapnya.
Manhaj tersebut merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan atau hanya digunakan salah satunya. “Manhaj Muhammadiyah itu ya satu kesatuan, bayani, burhani, dan irfani,” kata dia.
Dia menjelaskan, bahwa saat ini realitas politik pragmatis tak dapat dihindari. Meskipun begitu, Ma’mun menegaskan, agar hak tersebut tidak menciderai demokrasi maka harus dilandasi nilai.
“Secara politik, saat ini kita bukan lagi era politik ideologis. Sekarang eranya politik pragmatis. Tapi tidak bisa hanya pragmatis-pragmatis saja, kita membutuhkan adanya nilai-nilai yang dibawa,” ujarnya.
Kebijakan Politik
Sementara itu, Ketua LHKP PP Muhammadiyah Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, M.A. yang juga hadir sebagai narasumber mendorong kader Muhammadiyah untuk tidak bersikap alergi terhadap politik. Muhammadiyah mendorong kadernya untuk maju di ranah kebangsaan. Ini, kata dia, merupakan amanat dari Muktamar ke-48 di Surakarta.
Meskipun begitu, sejatinya Muhammadiyah merupakan organisasi yang independen. “Independen di sini berarti tidak diatur dan diintervensi oleh kekuatan lain,” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa dalam melihat bagaimana posisi Muhammadiyah dalam politik saat ini dapat dilihat dari sikap resmi misalnya melalui SK PP Muhammadiyah dan pernyataan Ketua Umum.
“Itu sikap resmi, bisa dilihat kalau ada SK PP atau statement ketua umum. Kalau ada statement dari yang lain, ketua PDM atau ketua PDA, ya itu mewakili lokal saja, bukan sikap resmi Muhammadiyah,” ungkapnya.
Selain itu, Ridho juga menjelaskan dengan detail mengenai posisi politik Muhammadiyah ditinjau dari jejak sejarah dan dokumen resmi yang dikeluarkan PP Muhammadiyah. “Puncaknya itu diterbitkannya Khittah Denpasar tahun 2002,” ujar dia. (sho)
Saya bersyukur sekali mendapat kesempatan menjadi bagian dari Kegaiatan ini. Untuk materi materi Idelogi dan Politik terutama, karena momentumnya pas di Tahun Politik. Jadi sangat aktual dan faktual. Terimakasih saya sampaikan kepada PCM Limo dan MPK SDI PDM Depok dan Jawa Barat