Prospek Pendidikan Inklusi Bagi Muhammadiyah dan Aisyiyah

PDM DEPOK – Oleh: Muhsin MK
Prospek artinya peluang dan harapan. Maknanya suatu harapan terhadap suatu peristiwa, kondisi yang terjadi dan perkembangannya ke depan. Islam mengajarkan agar umatnya tidak putus harapan (Az Zumar: 53). Jika menghadapi masalah tetap optimis bahwa hal itu akan dapat diselesaikan dengan baik dan ada solusi atau jalan keluarnya (Al Insyirah: 5-8).
Demikian halnya dalam mengelola pendidikan inklusi ini dalam masyarakat. Pendidikan inklusi dewasa ini tumbuh dan berkembang seiring meningkatnya jumlah anak anak difabel atau berkebutuhan khusus (ABK). Jumlah ABK tiap tahun terus bertambah. Tahun 2020 jumlah ABK 1.544.284 anak usia 5-18 (jurnal.ipm2kpe.or.id) Pada tahun 2022 bertambah jumlahnya menjadi 2.197.833 anak (japendi.publikasiindonesia.id).
Lembaga Pendidikan Inklusi
Melihat jumlah ABK yang semakin bertambah setiap tahunnya tentu diperlukan perhatian dari masyarakat dan pemerintah berkaitan dengan pemenuhan hak pendidikan mereka. Karena itu baik dari kalangan masyarakat maupun pemerintah perlu menambah jumlah lembaga pendidikan inklusi dari yang sudah ada dan berdiri di Indonesia.
Jumlah lembaga pendidikan inklusi yang ada dalam masyarakat pada tahun 2023, menurut pemerintah baru 40.164 unit. Ini dalam bentuk sekolah inklusi yang menerima siswa ABK. Jumlah ini dipandang belum seimbang dengan kebutuhan ABK untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak anak pada umumnya
Apalagi menurut pemerintah jumlah ABK yang telah mendapatkan pendidikan atau yang tertampung di sekolah luar biasa (SLB) termasuk sekolah sekolah inklusi (swasta dan pemerintah) baru sebanyak 12,26% atau 269.398 orang ABK (japendi.pendidikanindonesia.id). Ini artinya 87.74% ABK yang belum mendapatkan pendidikan dan tertampung di SLB atau sekolah sekolah inklusi yang ada.
Sementara itu di lembaga pendidikan agama, terutama pesantren inklusi jumlah ABK masih sedikit. Pesantren inklusi yang tercatat sudah memberikan pendidikan kepada ABK antara lain: 1. Ponpes Arafah di Cililin Kabupaten Bandung Barat (KBB),. 2. Ponpes Nurul Maksum di Semarang. 3. Ponpes Wahid Hasyim di Sleman, 4. Ponpes Al Achsaniyah di Kudus, 5. Ponpes Ainul Yaqin di Bantul, 6. Ponpes Raudhatul Mahfufin di Tangerang Selatan, 7. Ponpes Griya Sunnah, di Cileungsi, 8. Al Firdaus, di Kendal, 9. Ponpes Al Istiqomah di Pacet Bandung,
Selain itu, 10. Ponpes KH. Ahmad Dahlan, di Banyuwangi, 11. Qathrun Nada, di Depok, 12. Al Asriyyah, di Cibinong Bogor, 13. Ponpes Raudhotun Nasyiin Ash Shiddiqiyah, di Rembang, 14. Ponpes Ainul Yaqin, di Gunung Kidul, 15. Ponpes Hidayatullah, di Balikpapan, 16. Ponpes Al Huda di Kediri, 17. Ponpes YPLB Nusantara, di Depok, 18. Ponpes Al Mubarok di Sleman. 19. Ponpes (MBS) Surya Gemilang di Semarang dan 20. Ponpes Insan Mulia di Blitar.
Padahal jumlah pesantren termasuk Boarding School di seluruh Indonesia sebanyak 26.973 unit. Artinya masih sedikit sekali pesantren inklusi yang memberikan pendidikan kepada ABK. Begitu pula madrasah inklusi tahun 2023 berjumlah 4.046 unit (antaranews.com). Sedangkan jumlah madrasah sebanyak 87.451 unit (madrasahkemenag.go.id). Berdasarkan data ini menunjukkan masih kurangnya lembaga pendidikan pesantren dan madrasah inklusi di Indonesia
Dari data ini tentu memberikan prospek bagi pemerintah dan masyarakat untuk menambah jumlah lembaga pendidikan inklusi di Indonesia. Sebab jumlah lembaga pendidikan inklusi yang ada dan berdiri masih kecil dibandingkan jumlah ABK nya. Muhammadiyah dan Aisyiyah juga dapat berperan aktif dalam pembangunan sekolah, pesantren dan madrasah inklusi yang baru. Sebab hal ini merupakan peluang dakwah lewat jalur pendidikan ABK.
Perkembangan Pendidikan Inklusi
Sebagaimana pendidikan pada umumnya, pendidikan inklusi tambah berkembang pada era reformasi. Perkembangannya ditandai dengan beberapa faktor. Pertama, kesadaran masyarakat tentang urgensi pendidikan inklusi semakin meningkat. Mereka mulai membutuhkan dan merasakan betapa pentingnya mewujudkan kesetaraan dalam mendapatkan pendidikan di Indonesia.
Kedua, orang tua ABK mulai terbuka dan tidak malu malu lagi memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan inklusi sekalipun dengan biaya tinggi. Sebab jika mereka sendiri yang memberikan pendidikan pada anaknya yang difabel tentu akan lebih berat. Apalagi bagi mereka yang super sibuk dalam masyarakat. Sedangkan dengan mereka memasukkan anaknya di lembaga pendidikan inklusi membuat beban hariannya lebih ringan, kecuali masalah pembiayaan.
Selain itu orang tua ABK merasa senang dan bahagia melihat anaknya sekolah dan belajar bersama teman temannya. Anaknya dapat bergaul dan berkomunikasi dengan teman temannya yang non ABK (umum dan biasa). Apalagi anaknya di sekolah dapat mengikuti kegiatan ibadah dan membaca Al Qur’an. Sebab mereka pun berharap kelak anaknya menjadi waladun shaleh (anak yang saleh) dan shalihiin (orang orang saleh).
Ketiga, besarnya perhatian pemerintah dalam membuka dan memajukan lembaga pendidikan inklusi di Indonesia. Pemerintah pun berusaha agar ABK terpenuhi hak hak dasarnya sesuai konstitusi. Sebagai warga negara, ABK berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan setara dengan anak anak biasa pada umumnya. Pemerintah dalam program yang ditetapkannya juga berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan inklusi dalam masyarakat.
Pendidikan Inklusi Masa Depan
Bicara masa depan tidak bisa dipisahkan dari masa kini dan masa lalu. Karena itu menghadapi masa depan harus dipersiapkan pada masa kini. Selain itu perlu belajar dari pengalaman masa kini dan masa lalu. Pengalaman masa kini berkaitan dengan realitas yang ada. Pengalaman masa lalu berhubungan dengan sejarah. Sebab itu dalam menuju masa depan mereka tidak bisa melupakan sejarah (Yusuf: 111).
Bagaimana prospek pendidikan inklusi di masa depan? Lihatlah tentang pendidikan inklusi masa kini. Bagaimana keadaan dan dinamikanya. Pelajari juga sejarah pendidikan inklusi masa lalu. Semua data dan bahan dari kajian keduanya itu menjadi dasar dan pegangan untuk melihat prospek pendidikan inklusi di masa depan.
Sebagaimana data di atas. Jumlah sekolah inklusi saat ini 12,26%. Pesantren lebih sedikit lagi. Adapun Madrasah sebanyak 4,66%. Jadi jumlah lembaga pendidikan inklusi di Indonesia di era reformasi sekitar 16,92%. Dibandingkan keadaan di masa orde lama dan orde baru tentu lebih banyak dan bertambah. Apalagi di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Pendidikan inklusi di sekolah, pesantren dan madrasah di Indonesia dewasa ini masih lebih banyak jumlahnya, dan lebih baik pula pelayanannya.
Hal Ini berarti ada prospek bahwa pendidikan inklusi akan semakin berkembang dan bertambah di masa depan. Selain itu pun terjadi, selain bertambahnya jumlah ABK usia 5-19 tahun, juga karena perubahan zaman. Diantaranya, terjadi perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi. Dengan kemajuan ini membuat keluarga dan masyarakat cenderung berusaha meraih hidup lebih baik di masa depan. Mereka pun terdorong untuk memberikan pendidikan pada anak-anaknya lebih berkualitas, termasuk ABK.
Di samping itu, kemajuan ilmu dan teknologi telah memudahkan orang tua untuk mencari lembaga pendidikan inklusi di daerahnya yang dekat rumah Bahkan teknologi itu pun membantu ABK dalam belajar dan menuntut ilmu di lembaga pendidikan inklusi. Terbukanya akses internet dan aplikasi teknologi informasi lainnya memberikan peluang lebih besar bagi ABK untuk meraih cita citanya, maju dan berkembang lebih baik.
Karena itu setiap organisasi dan yayasan, apalagi Muhammadiyah dan Aisyiyah, memiliki prospek, peluang dan harapan dalam mengembangkan, meningkatkan dan memperluas pendidikan inklusi dalam masyarakat di masa depan. Hanya tentunya, pengembangan, peningkatan dan perluasan pendidikan inklusi tersebut perlu diikuti dengan persiapan yang matang, kerja yang serius, istiqamah dan terencana. Wallahu ‘alam.