Esai/Opini

Media Sosial dan Kesadaran Moral

PDM DEPOK – Oleh: Ahmad Soleh, Sekretaris MPI PDM Kota Depok

Ada sepuluh argumen Jaron Lanier (2020) tentang paradoks kehadiran media sosial bagi kehidupan umat manusia. Ilmuwan yang memiliki kepakaran di bidang virtual reality (VR) itu menyoroti kekhawatiran bahwa kehadiran media sosial akan berdampak buruk bagi kehidupan seseorang, bahkan secara sosial dan ekonomi. Dalam pandangan Lanier, media sosial adalah salah satu bentuk pengendalian terhadap umat manusia.

Tentu, pandangan kritis Lanier terhadap keberadaan media sosial ada benarnya. Apalagi, membaca apa yang ditulis Lanier dalam bukunya, Ilusi Media Sosial, saya menggarisbawahi, betapa manusia harus waspada terhadap kehadiran teknologi informasi digital bernama media sosial yang bisa menggerus dan mendegradasi kehidupan. Hal serupa juga menjadi kekhawatiran Yoval Noah Harari (Meretas atau Diretas, 2023) yang menilai, keberadaan teknologi informasi digital—ditambah AI—dapat memicu otoritarianisme yang sangat parah bagi kehidupan manusia.

Penulis buku Homo Deus itu memberikan pandangan lebih mendalam bagaimana teknologi informasi seperti media sosial dapat memenjarakan manusia. Menurutnya, pemenjaraan itu terjadi akibat adanya algoritma yang dinamis. Artinya, algoritma yang memandu kita dalam ruang digital tidak hanya merefleksikan apa yang kita akses sebelumnya, melainkan juga memberikan preferensi atau rekomendasi berdasarkan kebiasaan. Bahkan, perangkat semacam mikrofon, kamera, dan pelacak lokasi pada gadget membuat kita diawasi terus-menerus tanpa merasa ada yang mengintai.

“Kuncinya adalah dengan membuat narasi yang melayani kita tanpa diperbudak olehnya,” kata Harari. Ia menjelaskan bagaimana kita terjebak dalam grand narasi yang sebetulnya dibuat dengan tujuan tertentu. Dengan penjelasan Harari ini, saya berpikir bahwa pola yang sama inilah yang digunakan oleh para buzzer—dan belakangan influencer—untuk mendengungkan suatu isu dan menggiring opini publik ke arah yang diinginkan—sesuai permintaan tuannya. Tujuannya jelas membuat kita terjebak dalam opini bias dan mendukungnya.

Pandangan-pandangan kritis yang saya paparkan di atas perlu kita ketahui sebagai pijakan untuk memahami bagaimana posisi kita dalam kehidupan di era digital. Tanpa memahami pandangan kritis di atas, kita lagi-lagi akan terjebak dalam bias. Maka, kita perlu merekonstruksi kembali pandangan kita terhadap perangkat digital yang sangat akrab dengan kehidupan manusia saat ini.

Membangun Kesadaran Moral

Jika kita kembali pada awalnya kehadiran media sosial, sebenarnya tujuannya adalah untuk membangun jejaring sosial, mempertemukan komunitas, menghubungkan orang-orang yang secara nyata mungkin tidak terhubung satu sama lain, dan menyebarkan informasi dengan cepat. Singkatnya, media sosial hadir sebagai ruang sosialisasi manusia dalam ruang maya atau ruang digital untuk saling terkoneksi satu sama lain.

Memang, tak bisa dimungkiri kehidupan manusia modern saat ini tidak bisa lepas dari smartphone. Gawai kita terhubung tanpa henti dengan jaringan internet. Setiap jam, setiap menit, dan setiap detik kita bisa membuka media sosial dan mendapatkan informasi dengan mudah, cepat, dan murah. Tanpa dicari pun, informasi dengan sendirinya akan berdatangan membeludak menyesaki ruang-ruang digital di genggaman kita. Tentu, tak semua bisa kita cerna dengan baik. Sebagian hanya lewat begitu saja.

Sejak era Friendster, Skype, Facebook, hingga sekarang Instagram, Youtube, dan TikTok, kita dapat merasakan bagaimana kehidupan kita telah banyak berubah dari sisi penerimaan informasi. Perubahan ini terjadi amat cepat seiring kian mudahnya akses internet. Internet merevolusi persebaran informasi dan jejaring sosial kita. Jejaring sosial itu benar-benar terbangun. Kita memiliki banyak teman di ruang digital. Media sosial menjadi sarana konsolidasi yang masif. Banyak hal yang kemudian viral, ramai, menjadi perbincangan karena tersebar di media sosial dan masuk ke genggaman kita. Tak jarang, isu yang dihamburkan di media sosial berbuah “manis”, menghasilkan perubahan lebih cepat. Dalam hal penegakan hukum dan penindakan kasus tertentu, misalnya. Atau, dalam mobilisasi massa dalam isu tertentu.

Mungkin inilah sisi lain yang perlu kita sadari. Tak selamanya media sosial itu berdampak buruk. Media sosial memberikan kita kesempatan untuk membangun solidaritas sosial dalam jejaring masyarakat digital. Membangun kesetiakawanan sosial melalui jejaring media sosial pun bukan lagi menjadi hal yang mustahil. Kampanye mengenai kepedulian sosial, kemanusiaan, politik, hukum, hingga isu lingkungan dapat meraih atensi yang baik karena masyarakat makin tersadarkan dengan bertebarannya informasi positif di media sosial. Artinya, media sosial dapat menjadi alat dengan efektivitas tinggi untuk membangun kesadaran masyarakat.

Dengan begitu, sebagai alat untuk membangun kesadaran bersama yang cukup efektif di era digital ini, kita dapat menggunakan media sosial sebagai alat gerakan moral. Moral adalah kompas kehidupan umat manusia. Sehingga, jika manusia mencoba menabrak batasan-batasan moral, sesungguhnya ia sedang berjalan tanpa arah dan cenderung ke arah yang “amoral”—buruk.

Lalu bagaimana? Kita dapat menggunakan media sosial sebagai alat untuk membangun kesadaran masyarakat. Landasan moralitas yang seiring dan sejalan dengan nilai-nilai kehidupan yang kita yakini perlu kita suarakan agar para pengguna media sosial tidak hanya mendapat informasi “menyimpang” di gadget-nya. Tetapi juga mendapatkan konten yang bermanfaat, baik dalam konteks kehidupan beragama, berbangsa, bernegara, maupun berkehidupan sosial.

Dengan demikian, apa yang dituliskan Tom Phillips (2019) dalam bukunya, Truth, rasanya pas jika saya kutip di akhir tulisan ini. Jurnalis yang juga bekerja sebagai pemeriksa fakta itu menulis: “Tidak cukup kita hanya menarik alang-alang dalam taman informasi, kita juga perlu menanam bunga-bunga.” Bunga-bunga informasi yang kita tanam itulah yang akan menjadi senjata kita dalam membangun kesadaran moral masyarakat secara lebih masif.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button