Esai/Opini

Kiai Dahlan dan Pembelajaran

PDM DEPOK – Oleh: Abdul Mutaqin*

Refleksi Menyambut Tahun Ajaran Baru

 

Guru yang mengajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak perlu risau dengan perubahan kurikulum. Tidak juga merasa disusahkan dengan Kurikulum Merdeka, Merdeka Belajar, atau Merdeka Mengajar. Sebaliknya, guru-guru Muhammadiyah itu ialah mereka yang harus paling percaya diri soal beginian.

Kiai Dahlan memang lebih dikenal banyak orang sebagai pendiri Muhammadiyah. Kiai Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, orang juga banyak tahu fakta ini. Namun, amat jarang yang tahu, bahwa Kiai Dahlan itu juga pedagang batik. Lebih-lebih soal gagasan beliau tentang kurikulum sekolah, mungkin lebih sedikit yang mengetahui.

Bolehlah saya berasumsi, sangat jarang para guru tahu, bahwa Kiai Dahlan itu praktisi dari spirit yang sekarang dikenal sebagai Kurikulum Merdeka, Merdeka Belajar, dan Merdeka Mengajar. Kurikulum ini, yang kerap membuat kepala para guru “ngebul” tiap kali Tahun Ajaran Baru akan dimulai, lebih dari seratus tahun yang lalu spiritnya sudah diimplementasikan Kiai Dahlan.

Guru Agama di Kweekschool

Para pembaca sejarah Kiai Dahlan dan Muhammadiyah mesti pernah sampai pada narasi, bahwa Kiai Dahlan itu guru pertama yang mengajar agama di Kweekschool –Kweekschool  artinya sekolah pembibitan, bibit calon guru– di Jetis, Yogyakarta pada 1910. Sekolah milik pemerintah kolonial Belanda ini  sudah barang tentu sekuler dan alergi pada Islam. Bisa dipastikan, peserta didik Kweekschool yang beragama Islam tidak mendapat pengajaran tentang agamanya. Nah, di sini, jiwa merdeka Kiai Dahlan mendorongnya memperkenalkan Islam kepada murid-murid muslim di Kweekschool itu.

Pengalaman di Jetis ini, membuka ruang lebih luas bagi Kiai Dahlan mengajarkan agama di sekolah-sekolah umum, menanamkan pada diri siswa dasar agama yang kuat. Maksud yang dituju Kiai Dahlan tentu kaum muda, kaum yang lebih mudah diajari dan mudah pula memahami ajaran Islam yang sesungguhnya sebab belum memiliki pemahaman agama sebagaimana pemahaman kaum tua yang umumnya sinkretik.

Tentu, Kiai Dahlan begitu merdeka memilih materi agama yang beliau ajarkan. Beliau bebas menentukan, mana ajaran Islam yang esensi yang harus disampaikan dan mana paham agama nonesensial yang disisihkan. Boleh jadi, Kiai Dahlan juga amat bebas mengoreksi paham Islam nenek moyang peserta didik Kweekschool yang sudah kadung berbau adat, tradisi, tahayul, bid’ah, dan khurafat.

Pendidikan Islam vs Pendidikan Umum

Dualisme sistem pendidikan pada masa kolonial; pendidikan umum yang sekuler dan pendidikan Islam yang anti ilmu-ilmu umum, saling berebut pengaruh. Dua sistem pendidikan ini sukar dipertemukan dan sama-sama berusaha menanamkan pengaruhnya bagi sistem pendidikan di nusantara.

Pondok Pesantren, sebagai institusi dan sistem pendidikan Islam yang mengakar di masyarakat tidak mengajarkan ilmu selain ilmu-ilmu keIslaman. Sementara, pendidikan umum menafikan pendidikan agama sama sekali. Dua pola sistem pendidikan inilah yang menjadi arus utama sistem pendidikan kala itu.

Kiai Dahlan melihat kelemahan pada dua sistem pendidikan di atas. Menurut beliau, perlu dirancang sistem dan model pendidikan baru yang akan menghasilkan lulusan dengan nilai keIslaman yang kuat dan mampu beradaptasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang terus berubah. Pandangan ini hampir presisi dengan roh Kurikulum Merdeka, Merdeka Belajar, dan Merdeka Mengajar bahwa kurikulum itu harus bersifat adaptif dengan perkembangan zaman.

Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI)

Setahun sebelum mendirikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan mewujudkan gagasan merdeka mengajarnya dengan mendirikan sekolah yang mengajarkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum secara berimbang. Beliau yang menjadi guru bagi 8 (delapan) peserta didiknya kala itu. Ruang tamu rumah beliau disulap menjadi ruang kelas belajar.

Melalui sekolah ini, Kiai Dahlan membuktikan bahwa beliau bukan hanya seorang juru dakwah, melainkan juga sosok pendidik yang memahami ilmu pedagogik. Kiai Dahlan menyajikan pembelajaran yang mudah dipahami siswa, menarik, dan menyenangkan. Tidak heran, dari hari ke hari jumlah murid di sekolahnya semakin bertambah.

Merespons perkembangan murid sekolah yang terus meningkat itu, pada 1 Desember 1911, secara resmi sekolah ini diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI). Sekolah ini menjadi sekolah agama yang mengadopsi segi-segi positif sekolah pemerintah seperti, penggunaan papan tulis, kursi dan meja, dan
penggabungan antara murid laki-laki dan perempuan. Belakangan, MIDI menjadi model pendidikan madrasah yang berkembang saat ini di Indonesia.

Sekolah Muhammadiyah Sekolah Merdeka

Bila sekolah Muhammadiyah merupakan lembaga  pendidikan yang paling merdeka di negeri ini, itu bukan asumsi. Merdeka dalam konteks, bahwa lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah  punya otonomi, ciri khas, dan keunikan sendiri yang belum tentu dimiliki pihak lain.  Sejak awal, “gen merdeka” itu sudah diturunkan Kiai Dahlan pada 1910. 110 tahun berikutnya, pada 2020, selisih satu abad genetik Kurikulum Merdeka baru disusun polanya.

Pada saat Kurikulum Merdeka memperkenalkan prinsip fleksibilitas, fokus pada materi esensial, dan pengembangan potensi peserta didik dalam proses pembelajaran, pengalaman Kiai Dahlan di Kweekschool dan MIDI membuka mata kita bahwa prinsip-prinsip itu bukanlah barang baru bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah.

Jadi wajar, para guru sekolah-sekolah Muhammadiyah merayakan syukur bahwa mereka sudah merdeka sejak 1910 melalui rekam jejak pedagogik Kiai Dahlan. Boleh, kan?

Ini bukan utopia. Hanya sekadar menyegarkan kembali ingatan para guru Muhammadiyah bahwa semangat belajar dan mengajar merdeka Kiai Dahlan harus menular pada guru milenial Muhammadiyah hari ini. Saya tak tahu persis, siapa yang menyatakan quote berikut ini: “Masa depan dunia ada di kelas saya hari ini.”

Selamat menyambut tahun ajaran baru para guru hebat!

*Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PDM Depok, Guru Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Pembangunan Jakarta.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button