Esai/Opini

Beragama Seperti Kiai Dahlan 

PDM DEPOK – Oleh: Arif Yudistira* 

Kiai Dahlan, pendiri Muhammadiyah telah memberikan teladan tentang hidup. Hidup Kiai Dahlan adalah hidup berjuang. Sampai akhir hayatnya, Kiai Dahlan bahkan masih memikirkan Muhammadiyah. Gagasan Kiai Dahlan tentang bagaimana seharusnya muslim bergerak dan berjuang telah dipanggungkan dalam sejarah persyarikatan ini.

Kehidupan ini bukanlah main-main. Hidup kata Kiai Dahlan harus dipertaruhkan. “Hidup sekali untuk dipertaruhkan. Berhati-hatilah kamu sekalian dalam mempergunakan waktu selama hidupmu!”. Dalam rentang  hidup yang  singkat itu, Kiai Dahlan telah memberikan teladan, pemikiran serta harta bendanya untuk dakwah persyarikatan Muhammadiyah. 

Perjuangan dan juga pengorbanan Kiai Dahlan tidak hanya terlihat dalam pidato maupun kotbahnya, Kiai Dahlan adalah yang pertama dan mencontohkan bagaimana dakwah itu. “Janganlah kamu berteriak-teriak sanggup membela agamamu, meskipun harus menyumbangkan nyawa sekalipun. Jiwamu tak usah kau tawarkan. Kalau Tuhan menghendakinya, enta h dengan jalan sakit atau tidak, tentu kamu akan mati. Tapi beranikah kamu menawarkan harta bendamu untuk kepentingan agama?itulah yang diperlukan pada waktu sekarang ini.”

Hidup menurut Kiai Dahlan persis seperti hadist Rasulullah khairunnas anfauhum linnas (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia). Kiai Dahlan telah menunjukkan kepada kita bahwa hidup harus dan selayaknya memberi manfaat bagi semua manusia. Beragama menurut Kiai Dahlan tidak bisa statis, melainkan dinamis, bahkan harus progresif. 

Sebagai insan beriman kita tidak hanya dituntut untuk terus mencari ilmu sebagai bekal dan landasan serta tanggungjawab kita kepada Tuhan. Justru dengan ilmu yang kita punyai itulah kita harus beramal. Melalui wadah organisasi itulah Dahlan yakin bahwa kemampuan kita bisa lebih meluas dan rapi dalam barisan dakwah. 

Agama adalah Akal 

Kiai Dahlan selalu menekankan pentingnya purifikasi dan tajdid. Dua sifat inilah yang hingga kini diwarisi menjadi spirit dakwah Muhammadiyah. Purifikasi ditempuh karena Muhammadiyah ingin mengajak orang untuk bukan hanya kembali dalam arti tekstual, megutip Sukidi, kader Muhammadiyah, bahwa kembali kepada komunitas mufasir awal yang tidak hanya sahih, tetapi juga memiliki pijakan kuat dan lebih dekat kepada Nabi Muhammad Saw. Sehingga beragama ditempuh dengan belajar kembali generasi salafussalih, sahabat dan tabiin yang secara historis maupun kedekatan lebih dekat kepada Rasulullah. 

Sampai saat ini, Muhammadiyah melalui purifikasinya terus dan tidak berhenti mengkaji masalah sehari-hari sampai masalah kontekstual. Melalui majelis tabligh dan pemikiran Islam, Muhamamdiyah menjadi gerakan yang mendialogkan pemikiran-pemikiran keagamaan yang kontekstual sekaligus menggembirakan. Dinamika zaman yang terus berkembang tidak mempengaruhi Muhammadiyah untuk semakin mundur, tetapi semakin dinamis dengan pergulatan pemikiran kontemporer tetapi tidak meninggalkan karakter purifikasi yang mengajak kembali umat Islam terus menerus mengkaji dan tidak berhenti mendialogkan dan belajar tentang  agama melalui Himpunan Putusan Tarjih yang selalu dinamis dan terus berkembang.

Di sisi lain, Kiai Dahlan di masa awal pendirian Muhammadiyah sering berdakwah di kalangan akar rumput dengan melakukan dialog, mengajak masyarakat berpikir kritis tentang pengamalan keagamaan yang dekat dengan klenik, maupun syirik pada waktu itu. 

Apakah masyarakat pada waktu itu langsung sadar? Tidak. Dahlan berjuang  dan terus menerus mengajak masyarakat untuk menengok kembali alqur’an dan sunnah dan mendialogkannya dengan pikiran dan hati kita agar kita mendapatkan hidayah dan kebenaran. Dari sini, kita melihat bahwa agama itu tidak statis, tetapi dinamis. Dengan belajar dan membuka kembali qur’an dan sunnah, kita akan diberi petunjuk dan dekat kepada kebenaran. 

Dari segi sosial dan kemasyarakatan, Kiai Dahlan paham, bahwa agama itu mesti memiliki dampak terhadap soal-soal kemanusiaan. Untuk mencapai spektrum dakwah yang lebih luas terutama dalam ranah sosial kemanusiaan, Kiai Dahlan sadar bahwa kita membutuhkan pendidikan sebagai basis atau ruang untuk berhasil. Dengan membangun sekolah, panti asuhan, PKO [Penolong Kesengsaraan Oemat] istilah saat itu, Kiai Dahlan menjadikan agama sebagai ruang gerak dan ruang amal bersama persyarikatan.  

Tajdid 

Kiai Dahlan meyakini bahwa agama memerlukan tajdid atau pembaruan. Dahlan sadar bahwa pembaruan dalam keagamaan diperlukan agar agama selalu dinamis mengikuti perkembangan zaman. Artinya,  dengan segala bentuk perubahan yang ada, agama harus selalu menjadi pijakan utama hidup manusia. 

Tajdid sebagai nafas dalam dakwah Muhammadiyah itulah yang membuat gerakan ini begitu cemerlang dalam segi pendidikan, dari segi amal sosial,pelayanan rumah sakit, hingga perguruan tinggi yang berkibar sampai mancanegara. 

Semua usaha, daya upaya, gerakan dakwah Muhammadiyah itu tidak bisa dilepaskan dari tujuan Muhammadiyah yakni untuk menjadikan kita sebagai manusia terbaik. Manusia yang menyerupada hal ma’ruf, mencegah pada kemungkaran. Manusia yang memberi dampak, bergerak dan berkontribusi meski dalam riwayat hidup yang singkat. Dengan begitu, kita menghadap Tuhan dalam keadaan sehormat-hormatnya, segagah-gagahnya dan dengan sikap tanggungjawab menghibahkan segala daya tenaga dan pikiran kita untuk Islam. Itulah kiranya beragama menurut Kiai Dahlan yang layak kita teladani dan teruskan perjuangannya. 

 

*Pendidik di MBS Yogyakarta, Giat di Sarekat Taman Pustaka Muhammadiyah

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button