Esai/Opini

Puasa Tapi Pacaran, Apakah Amalannya Diterima?

Oleh: Juju Djuairiah

Bulan Ramadhan adalah waktu yang istimewa bagi umat islam untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, bagaimana jika seseorang berpuasa tetapi masih menjalani hubungan pacaran yang tidak sesuai dengan syariat islam? Apakah puasanya tetap bernilai ibadah, atau justru menjadi sia-sia karena masih melakukan hal-hal yang mendekati maksiat?

Dijelaskan dalam buku Fatwa-Fatwa Tarjih Tanya Jawab jilid 7, Rasulullah SAW memberi tuntunan bagi orang yang masa pacaran. Pada masa pacaran adalah hubungan orang-orang yang tidak ada hubungan mahram, maka mereka harus memelihara matanya agar tidak melihat aurat pacarnya dan memelihara kehormatannya agar tidak mendekati perbuatan zina. Berdua-duaan yang mengarah pada perbuatan zina tanpa ditemani oleh saudara atau mahram hukumnya adalah haram. Untuk menghindari hal tersebut, sangat dianjurkan untuk sering melakukan puasa karena puasa merupakan perisai baginya.

Artikel ini akan membahas bagaimana islam memandang pacaran dalam konteks ibadah puasa serta bagaimana seharusnya seorang muslim menjaga kemurnian puasanya.

1. Puasa sebagai perisai dari hawa nafsu.

Puasa bukan sekedar menahan lapar dan dahaga saja tetapi juga menahan hawa nafsu. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang sudah mampu menikah, maka menikahlah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi perisai baginya.” (HR Bukhori Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa puasa adalah cara untuk menahan diri dari godaan hawa nafsu, termasuk dorongan untuk berpacaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Jika seseorang masih pacaran dengan cara yang tidak sesuai syariat, itu menunjukkan bahwa puasanya belum sepenuhnya menjadi perisai bagi dirinya.

2. Larangan mendekati zina.

Allah SWT telah melarang bukan hanya zina, tetapi juga segala hal yang mendekati zina, termasuk pacaran yang melibatkan khalwat (berdua-duaan) dan sentuhan fisik yang tidak halal.

Firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)

Pacaran sering kali menjadi pintu menuju perbuatan yang dilarang, karena membuka peluang berdua-duaan, saling bersentuhan, dan terjerumus dalam hawa nafsu. Jika mendekati zina saja tidak boleh, apa lagi sampai melakukannya jelas-jelas lebih terlarang. Islam bukan hanya melarang zina, tetapi juga segala hal yang mendekatinya, termasuk pacaran yang tidak sesuai syariat harus dihindari.

3. Sentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh, jika kepala salah seorang di antara kalian ditusuk dengan jarum dari besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani)

Hadis ini menunjukkan betapa Islam menjaga kesucian hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dalam pacaran sentuhan fisik sering kali terjadi, yang sudah jelas-jelas dilarang dalam Islam, dan hal ini bisa mengurangi keberkahan puasa seseorang. Jika seseorang ingin puasanya diterima, maka harus berusaha menjauhi segala bentuk maksiat, termasuk pacaran yang tidak sesuai syariat.

Apakah Puasa Diterima Jika Masih Pacaran?

Puasa adalah ibadah yang seharusnya membawa seseorang kepada kebaikan. Jika seseorang tetap berpacaran dengan cara yang tidak sesuai Islam, maka puasanya bisa menjadi sia-sia karena tidak menjaga diri dari maksiat. Sebagaimana dikatakan oleh ulama salaf:

“Tanda diterimanya suatu amalan adalah kebaikan membuahkan kebaikan.”

Artinya, Jika puasa yang dilakukan benar-benar diterima oleh Allah SWT, maka seharusnya itu membawa perubahan positif dalam kehidupan seseorang, bukan justru tetap dalam kebiasaan yang dilarang.

Maka, di bulan Ramadahan ini, sudah seharusnya kita menjadikannya sebagai momen untuk memperbaiki dari, meningkatkan keimanan, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa merusak ibadah. Apakah puasa kita sudah menjadi perisai atau sekadar menahan lapar dan dahaga? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.

Related Articles

Back to top button