Esai/Opini

Mulai Gerakan Ilmu dengan Membaca dan Menulis

PDM DEPOK – Oleh: Ahmad Soleh*

Dalam Risalah Islam Berkemajuan (2023) dijelaskan bahwa salah satu gerakan pokok dalam membumikan Islam Berkemajuan adalah melalui gerakan ilmu. Islam mendorong umatnya untuk menjadi insan berilmu. Bahkan, perintah menimba ilmu dalam Islam adalah sebuah kewajiban. Dalam pandangan Muhammadiyah, gerakan dakwah harus ditopang dengan ilmu pengetahuan.

Dalam Islam, ilmu diyakini sebagai jalan menuju Sang Khaliq. Ilmu ibaratkan cahaya yang menuntun umat manusia ke jalan yang lurus (shirathal mustaqim). Dalam Al-Quran juga ditegaskan bahwa seseorang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT (QS Al Mujadalah ayat 11). Dengan ilmu, kita dapat memahami ajaran agama, ayat suci, dan landasan beragama dengan lebih tepat. Dengan ilmu pula, seorang Muslim dapat memahami realitas dan menyikapi perkembangan zaman. Maka, dengan ilmu seorang Muslim dapat menjalankan kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Beragama tanpa dibarengi ilmu tentu akan berbahaya. Begitu pun jika berilmu tanpa menghiraukan ajaran agama. Kedua hal itulah agaknya yang kerap terjadi di kehidupan kita. Lantaran kurangnya ilmu terjadilah penyimpangan-penyimpangan, tafsir sesat terhadap ajaran agama, dan sesat pikir dalam memahami realitas dan tantangan zaman. Padahal, semangat menuntut ilmu dimulai sejak wahyu pertama, yakni surah Al-Alaq ayat pertama yang berisi perintah membaca. Namun, tidak sekadar membaca, melainkan “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu.” (Iqra’ bismi Rabbika). Dengan kata lain, semangat iqra harus disertai penghambaan kepada Sang Maha Ilmu.

Dalam konteks inilah, Islam Berkemajuan mendorong terwujudnya masyarakat ilmu. Masyarakat ilmu adalah masyarakat yang memiliki girah belajar tinggi, rasa ingin tahu (curiousity), kemampuan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), serta memiliki daya analitis dan penyelesaian masalah(problem solving). Sehingga, masyarakat ilmu memiliki daya untuk menangkap pesan, menganalisis persoalan, dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan bijak dan cerdas.

Penguatan Keilmuan

Gerakan ilmu dapat kita pahami sebagai dua hal. Pertama, gerakan ilmu sebagai upaya untuk menghidupkan kesadaran umat akan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan. Ilmu menjadi pijakan manusia untuk membangun peradaban dan tatanan kehidupan yang lebih baik. Kedua, gerakan ilmu sebagai upaya umat Islam untuk berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang kehidupan. Tak heran jika lahir tokoh-tokoh (ilmuwan) Muslim yang memberikan kontribusi dalam berbagai bidang keilmuan, seperti matematika, kesehatan, filsafat, dan sebagainya. Sikap terbuka terhadap ilmu sejalan dengan ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk gemar menimba ilmu (thalabul ‘ilmi).

Sebagai makhluk berpikir (hayawan natiq), manusia dianugerahi akal pikiran untuk memahami ragam hal, dari yang sederhana sampai yang rumit dan bikin dahi berkerut. Maka, dapat dikatakan kebangkitkan gerakan ilmu adalah wujud ketaatan terhadap kewajiban menimba ilmu sekaligus wujud syukur atas anugerah akal pikiran tersebut. Sebab itulah, pada hakikatnya manusia merupakan pembelajar sepanjang hayat, yang terus belajar terus menerus, menimba ilmu mulai dari lahir hingga ke liang lahat.

Secara struktural, agenda keilmuan dapat diwujudkan dalam bentuk program pengajian, pengkajian, seminar (webinar), atau diskusi terpumpun (FGD). Bagi warga Muhammadiyah, menghadiri forum-forum keilmuan adalah wadah untuk menguatkan ukhuwah, wahana untuk belajar dan meningkatkan kapasitas diri, serta menebarkan kemanfaatan. Forum keilmuan di Muhammadiyah dapat kita temui mulai dari level pusat (nasional) hingga ranting dan cabang, serta ortom-ortomnya. Forum keilmuan tersebut biasanya menghadirkan para ahli sebagai narasumbernya.

Mulai Membaca dan Menulis

Memang benar, kita menghadapi tantangan serius soal literasi. Kemampuan masyarakat dalam hal membaca dan menulis masih terbilang rendah. Riset soal ini bisa kita cari dari berbagai sumber, seperti UNESCO, Goodstats, OEDC, ataupun riset yang dilakukan Perpusnas RI. Memang data berbeda-beda bergantung aspek apa dan responden yang disurvei, tetapi data-data tersebut memberikan kita “tamparan” bahwa persoalan literasi memang perlu mendapat perhatian lebih.

Membaca adalah usaha untuk melawan kebodohan. Dengan membaca, kita dapat mengasah kemampuan berpikir, bernalar, dan menganalisis. Apalagi, jika kita membaca tulisan yang memiliki struktur sistematis, seperti artikel ilmiah, jurnal, laporan penelitian, tesis, dan referensi lainnya. Namun, sebelum membiasakan membaca tulisan yang “berat”, kita tentu perlu memulai dengan bacaan yang ringan. Kita bisa memulai dengan membaca bebas, mulai dengan membaca apa saja yang kita sukai. Yang penting terbiasa lebih dulu. Setelah itu, pelan-pelan beranjak ke bacaan yang lebih serius.

Nah, dalam rangka mendukung pembiasaan membaca dan menulis, kita dapat memanfaatkan kelompok studi, komunitas jurnalis, komunitas sastra/paguyuban, dan grup diskusi yang di dalamnya mewadahi kita untuk berdiskusi, bertukar referensi, menuangkan ide dan kreativitas. Selain itu, pendampingan secara kultural juga dapat dilakukan, misalnya, lewat kelas-kelas menulis, kompetisi/lomba menulis, workshop kepenulisan, program menulis buku bersama. Kita juga dapat mengadakan kegiatan bedah dan diskusi buku untuk mengapresiasi karya sekaligus belajar dari penulisnya.

Semangat untuk menulis memang perlu dipupuk dengan kesabaran dan ketekunan. Sejurus dengan itu, budaya untuk mengapresiasi karya juga perlu kita tumbuhkan. Kita percaya kebiasaan membaca dan menulis adalah tradisi intelektual yang akan membawa kemajuan dan berdampak positif. Dalam Islam, perintah membaca hadir bersamaan dengan perintah untuk menulis, meneliti, mengulas, dan mengamati. “Nuun, walqalami wama yasturun.” (QS Al-Qalam ayat 1). Maka, membaca dan menulis bukanlah sekadar untuk gaya-gayaan, tetapi untuk memancarkan ilmu yang kelak menuntun kita ke peradaban utama.

Untuk itu, kita bisa memanfaatkan media untuk menyebarkan tulisan kita kepada publik. Beberapa media yang bisa memuat tulisan kita, antara lain IBTimes.id, Rahma.id, Suaramuhammadiyah.id, Anakpanah.id, Madrasahdigital.co, PWMU.co, PDMDepok.com, Kalimahsawa.id, dan media daring yang dikelola oleh pimpinan wilayah, cabang, ranting, ortom, dan komunitas. Kita juga bisa memublikasi tulisan di media-media mainstream nasional ataupun lokal. Selain itu, platform digital saat ini memungkinkan kita memanfaatkan media sosial, blog, dan aplikasi menulis untuk memublikasikan berbagai tulisan.

Akhir kalam, ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan hidup dan menjadi kunci membangun peradaban. Membaca dan menulis bukan sekadar kewajiban, tetapi bentuk syukur atas anugerah akal yang Allah SWT berikan. Mulailah dengan langkah kecil, seperti membaca beberapa halaman sehari atau menulis ide sederhana.

Dengan semangat iqra dan usaha bersama, kita dapat menyalakan lilin-lilin ilmu, membangun tradisi intelektual, dan membawa Islam Berkemajuan menjadi cahaya bagi dunia.

* Sekretaris MPI PDM Kota Depok, Mahasiswa SPs Uhamka, & Awardee Beasiswa MPK-SDI PP Muhammadiyah

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button