Esai/Opini

Meninggalkan Zuur

Oleh: Abdul Mu’ti*

DALAM hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan azzuur dan perbuatan jahat, Allah tidak akan peduli bahwa ia meninggalkan makan dan minum.” Maknanya, barangsiapa berbuat zuur, puasanya menjadi sia-sia. Secara syariat, puasanya sah. Secara hakikat, puasanya tidak berguna, tidak bermakna.

Senada dengan hadis tersebut, di dalam Al-Qur’an surah Al-Furqan (25) ayat 72 disebutkan bahwa di antara ciri hamba Allah Yang Maha Rahman ialah mereka yang tidak menyaksikan azzuur. Abdullah Yusuf Ali dalam The Meaning of the Holy Qur’an (1994) menjelaskan azzuur sebagai futility yang berarti pointlessness, uselessness: tidak berarti, tidak berguna. Futilit merupakan sinonim falsehood: menyampaikan sesuatu tanpa bukti, mengatakan sesuatu yang tidak benar, dusta, bohong.

Menurut Amr bin Qais, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir, azzuur ialah majelis keburukan dan kata-kata busuk. Lebih lanjut Ibnu Katsir mengutip hadis Bukhari-Muslim yang menyebutkan tiga dosa besar, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orangtua, serta berdusta dan memberikan kesaksian palsu.

Penjelasan lebih lanjut tentang makna azzuur disampaikan oleh Zamakhsyari dalam tafsir Al-Kasy-syaf. Ia menjelaskan ‘la yashadu al-zuur berarti menjauhi, meninggalkan perbuatan batil dan dosa (khatha). Walaupun tidak melakukan, bergabung, menyaksikan, atau membiarkan adanya perbuatan jahat sama saja nilainya dengan mendukung terjadinya kejahatan dan dosa. Menjauhi azzuur merupakan istihsan, yakni usaha atau tindakan untuk menjaga kehormatan diri dan kebaikan.

Dalam pengertian luas, azzuur dapat berarti kabar bohong dalam bentuk fake, hoaks, disinformasi, dan sebagainya. Manusia berbohong dengan jarinya, menuliskan informasi yang menyesatkan, provokatif, dan mengadu domba di media sosial, internet, dan lainnya. Berdusta seakan membudaya. Masyarakat mengidap mitomania: masalah mental dan penyakit patologis yang ditandai oleh kebiasaan berbohong. Jika dibiarkan, mitomania dapat membentuk mythomania society ketika kebohongan telah melembaga.

Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk menjelajah dunia dan belajar bagaimana Allah membinasakan bangsa pendusta (QS Ali Imran [3]:137). Di dalam hadis, Rasulullah SAW mengingatkan manusia agar menjauhi kebohongan (kadzib) karena kebohongan merupakan pangkal kejahatan dan kehancuran. Puasa mendidik manusia agar menjadi pribadi yang jujur dengan meninggalkan dan menjauhi kebiasaan berbohong, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Kejujuran ialah pangkal kebaikan (al-bir) yang mengantarkan manusia menuju surga. Mari meninggalkan azzuur agar bangsa tidak hancur.

*Sekretaris PP Muhammadiyah dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah
*Sumber: Media Indonesia edisi 25 Maret 2025

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button