Membantah Argumentasi “The Problem of Evil” Kaum Ateis

PDM DEPOK – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Depok, Ustaz Nur Fajri Romadhon, menyampaikan bantahan terhadap Ateis soal “The Problem of Evil” pada Ahad (2/3/2025). Dalam pengajian yang diselenggarakan di Jakarta ini, Ustaz Nur Fajri membahas argumen klasik yang sering dilontarkan kalangan ateis terkait keberadaan kejahatan (evil) di dunia sebagai bantahan terhadap eksistensi Tuhan.
Ustaz Nur Fajri memulai kajian dengan menyoroti inti argumen ateis yang dikenal sebagai “The Problem of Evil“. Argumen ini biasanya berbunyi: jika Tuhan ada, maha kuasa, maha pengasih, dan maha mengetahui, mengapa kejahatan masih ada di dunia? Menurut ateis, keberadaan kejahatan menjadi bukti bahwa Tuhan tidak ada.
Namun, Ustaz Nur Fajri justru membalikkan pertanyaan ini dengan logika sederhana: “Bagaimana seorang ateis bisa menyebut sesuatu sebagai ‘evil‘ jika mereka tidak percaya pada Tuhan?”
Beliau menjelaskan bahwa untuk mengakui adanya kejahatan (evil), seseorang harus memiliki standar moral objektif yang membedakan antara baik dan buruk. Tanpa Tuhan, dunia dalam pandangan ateis hanyalah kumpulan materi dan energi yang bergerak secara acak tanpa makna.
“Jika semuanya hanya kebetulan, tidak ada yang bisa dinilai baik atau buruk. Pengajian kita hari ini, dalam pandangan ateis, hanyalah kecelakaan acak. Perbuatan sedekah atau pencurian, nikah syar’i atau zina, semua sama-sama kebetulan belaka. Lalu apa bedanya? Tanpa Tuhan, tidak ada standar untuk menilai,” tegas Ustaz Nur Fajri.
Lebih lanjut, Ustaz Nur Fajri mengutip pandangan filsuf ternama seperti Karl Sagan yang dikenal agnostik. Dalam pandangan naturalis ateis, alam semesta tidak memiliki makna intrinsik alias tidak ada baik atau buruk.
“Jika demikian, bagaimana ateis bisa mempermasalahkan kejahatan? Untuk mengatakan ada evil, mereka harus mengakui standar moral. Dan standar moral objektif tidak mungkin ada tanpa Tuhan,” ujar Ustaz Nur Fajri.
Beliau menegaskan bahwa konsep moral objektif, yang diterima secara universal oleh manusia sepanjang sejarah, menunjukkan adanya desain ilahi yang ditanamkan dalam fitrah manusia.
Sebagai contoh konkret, beliau mengajak jamaah membayangkan kasus ekstrem: seorang anak kecil ditodong pistol tanpa alasan.
“Semua manusia di dunia akan sepakat bahwa itu buruk, itu evil. Tapi dari mana kesepakatan ini muncul? Tidak pernah ada rapat global untuk menentukan standar moral. Ini menunjukkan adanya stand basic moral yang universal, yang hanya bisa dijelaskan dengan keberadaan Tuhan,” ujar Ustaz Nur Fajri.
Ustaz Nur Fajri juga menyinggung respons ateis yang mungkin muncul, seperti klaim bahwa moral bisa berdiri sendiri tanpa Tuhan, misalnya melalui teori utilitarisme. Teori ini menyatakan bahwa yang baik adalah yang memberikan kebaikan terbesar bagi jumlah terbanyak orang. Namun, beliau membuktikan bahwa teori ini pun memiliki kelemahan mendasar.
“Utilitarisme akhirnya harus bersandar pada standar lain untuk menentukan apa yang ‘baik’ atau ‘banyak’. Itu berputar kembali ke moral objektif, dan moral objektif membutuhkan Tuhan,” jelas Ustaz Nur Fajri.
Beliau menambahkan bahwa ateis yang mencoba memberi makna pada alam semesta yang mereka anggap “meaningless” juga jatuh pada kontradiksi.
“Mereka bilang alam semesta tak bermakna, tapi kita bisa memberi makna. Bagaimana bisa sesuatu yang tak bermakna menghasilkan makna? Mereka akhirnya meminjam standar moral dari agama atau tradisi yang percaya Tuhan, tanpa menyadarinya,” ungkap Ustaz Nur Fajri.
Perspektif Teologis tentang Kejahatan
Selain membantah secara logis, Ustaz Nur Fajri juga memberikan perspektif teologis Islam terkait keberadaan kejahatan. Dia menjelaskan bahwa dunia adalah alam ujian, dan kejahatan menjadi bagian tak terpisahkan dari ujian tersebut.
“Kalau tidak ada kejahatan, bagaimana manusia bisa diuji? Bagaimana kebaikan seperti pengampunan atau keberanian bisa muncul tanpa adanya kesalahan atau penderitaan?” tanya Ustaz Nur Fajri secara retorik.
Beliau juga menjawab pertanyaan umum seperti kasus pemerkosaan bayi atau penderitaan hewan.
“Tidak harus kita yang merasakan penderitaan itu untuk mengapresiasi kebaikan. Ketika tetangga sakit, kita belajar bersyukur dan membantu. Bayi yang dizalimi akan mendapat kompensasi di akhirat, langsung masuk surga. Bahkan hewan yang menderita akan mendapat balasan sesuai kehendak Allah,” jelas Ustaz Nur Fajri merujuk pada Al-Qur’an dan hadis.
Ustaz Nur Fajri menegaskan bahwa kejahatan ada karena manusia diberi kehendak bebas. “Jika Tuhan menghapus kejahatan sepenuhnya, manusia tidak lagi punya pilihan. Itu bukan ujian. Dunia ini bukan surga yang sempurna, melainkan alam ciptaan dengan kekurangan untuk tujuan tertentu,” katanya.
Beliau menambahkan bahwa bencana alam seperti tsunami atau pandemi juga membawa hikmah, seperti kesuburan tanah atau peningkatan kesadaran kesehatan manusia, yang kembali menunjukkan kebijaksanaan Tuhan.
Di akhir kajian, Ustaz Nur Fajri menegaskan bahwa argumen “The Problem of Evil” justru menjadi bukti keberadaan Tuhan, bukan penyangkalannya. “Ateis tidak bisa konsisten mengatakan ada kejahatan tanpa mengakui standar moral, dan standar moral menuntut adanya Tuhan. Mereka hanya bingung dan menunggu jawaban kita, tapi secara logis, mereka sudah kalah selangkah,” tegas Ustaz Nur Fajri. (Sumber: Muhammadiyah.or.id)